Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Tips Buat Difabel Daksa yang Ingin Naik Gunung

Simak apa saja tips bagi difabel yang ingin naik gunung.

28 Juni 2020 | 16.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Naik gunung adalah aktivitas yang menantang. Medan yang berat, cuaca dan tekanan udara yang berbeda, sampai penggunaan berbagai peralatan mendaki gunung yang butuh keterampilan dan pengetahuan khusus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua tantangan itu bukan tidak mungkin dilakukan oleh difabel. Ada Sabar Gorky, difabel daksa yang mampu membuktikan kalau kondisi tubuh bukan penghalang untuk melakukan sesuatu yang spektakuler.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prestasi Sabar Gorky menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk Irfan Ramdhani. Pria 30 tahun ini aktif dalam kegiatan pecinta alam. Irfan mengalami disfungsi kaki kiri karena terjatuh dari ketinggian 10 meter saat berlatih single rope technique pada 2010.

Irfan pun mendapatkan banyak masukan dari Sabar Gorky, termasuk dalam hal mendaki gunung untuk difabel. "Ternyata ada prosedurnya buat pendaki tunadaksa yang mau naik gunung," kata Irfan Ramdhani kepada Tempo Jumat, 26 Juni 2020.

Berikut tips dari Sabar Gorky yang dibagikan Irfan Ramdhani bagi difabel yang ingin naik gunung:

  1. Pakai jasa porter untuk membawa barang
    Sorang tunadaksa yang hendak mendaki gunung tidak boleh membawa beban yang terlalu berat. Pendaki difabel daksa cukup membawa diri sendiri.

  2. Porsi latihan fisik
    Porsi latihan fisik difabel daksa harus lebih banyak ketimbang pendaki non-difabel. Semua pendaki harus melakukan latihan fisik sebelum naik gunung. Untuk pendaki tunadaksa mesti menambah porsi latihan fisik tersebut. "Jika non-difabel dua jam, saya lima jam," kata Irfan.

  3. Merancang estimasi waktu perjalanan
    Perjalanan bagi pendaki difabel daksa akan memakan waktu lebih lama. Sebab itu, perlu merancang estinasi waktu yang lebih lama. "Saya ke dari Ranu Pane ke Ranu Kumbolo sampai dua hari, yang non-difabel sekitar empat jam," ujar Irfan.

  4. Pendamping
    Selain porter, difabel yang hendak naik gunung juga harus didampingi sekurangnya tiga orang. Formasinya satu di depan, satu di tengah dan satu di belakang. Akan lebih baik jika dapat didampingi oleh lima orang, dengan dua orang menjaga di sisi kanan dan kiri pendaki tunadaksa.

    Menurut Irfan Ramdhani, pendampingan ini sangat berguna bagi tunadaksa. Dia mengaku sempat beberapa kali terjatuh di Gunung Semeru kemudian diselamatkan oleh rekan yang mendampinginya.

  5. Sesuaikan cara melangkah dengan medan
    Seorang pendaki tundaksa harus mampu menyesuaikan cara berjalan dengan medan yang ada. Apabila kondisi jalur cukup landai, dia bisa mendaki dengan tongkat seperti biasa. Namun saat medannya menyempit, dia harus berjalan miring.

    Semantara pada jalur yang menanjak atau terjal, dia harus merangkak atau menyeret tubuhnya. Pada jalur yang menanjak dan tidak begitu terjal, Irfan berjalan mundur.

  6. Hindari turun gunung dengan berjalan kaki
    Irfan Ramdhani mengatakan sebagian besar kecelakaan terjadi justru saat menuruni gunung. Untuk pendaki difabel, Irfan menyarankan hindari jalan kaki ketika menuruni gunung. Cara yang biasa digunakan Irfan dalam perjalanan turun adalah dengan ditandu oleh beberapa orang.

MUHAMMAD AMINULLAH

Baca juga:
Irfan Ramdhani, Mapala Difabel Bangkit Demi Ibu, Buku, dan Kawan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus