Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Universitas Diponegoro Khairul Anwar menjelaskan alasan Undip yang sempat membantah adanya perundungan berkaitan dengan kematian salah satu mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestasi. Khairul mengatakan bahwa pernyataan tersebut dikeluarkan karena tim investigasi tidak menemukan indikasi perundungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Undip membantah adanya perundungan yang berkaitan dengan meninggalnya salah satu mahasiswa mereka. Dalam keterangan resmi tertanggal 15 Agustus 2024 yang ditandatangani oleh Rektor Undip, Suharmono, tertulis bahwa “Mengenai pemberitaan meninggalnya Almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari hasil investigasi internal kami, hal tersebut tidak benar.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Yan Wisnu Prajoko, mengakui dan meminta maaf atas perundungan yang terjadi dalam pelaksanaan PPDS. "Statement Pak Rektor itu disampaikan berdasarkan hasil temuan tim investigasi internal Undip (yang) tidak menemukan adanya perundungan atas meninggalnya almarhumah Aulia Risma Lestari,” ucap Khairul ketika dihubungi Tempo pada Senin, 16 September 2024.
Khairul juga menegaskan bahwa permintaan maaf yang disampaikan oleh dekan merujuk pada perundungan secara umum yang selama ini terjadi di PPDS Undip. Namun untuk perundungan yang terkait dengan kematian mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestasi, ia meminta publik untuk menunggu hasil penyelidikan kepolisian.
“Data di Fakultas Kedokteran sudah ada beberapa sanksi yang diberikan kepada mahasiswa PPDS yang melakukan pelanggaran,” ujar Khairul.
Sanksi yang diberikan mencakup sanksi ringan berupa diterbitkannya Surat Peringatan 1, sanksi sedang berupa penundaan studi, hingga sanksi berat berupa pemecatan atau Drop Out (DO).
Khairul menjelaskan ada empat macam perundungan yang terjadi, yaitu perundungan fisik, perundungan verbal, perundungan siber, dan perundungan non-verbal maupun non-fisik. Untuk yang terakhir, Khairul mencontohkan salah satu wujudnya adalah dengan mendiamkan mahasiswa PPDS.
Selain itu, Khairul mengatakan sejak Maret 2019, pihak rektorat telah mengeluarkan surat edaran untuk mencegah perundungan, pelecehan seksual, dan penistaan di lingkungan kampus. Dalam surat edaran tersebut, masing-masing fakultas diwajibkan untuk menyusun code of conduct dan membuat pusat pengaduan.
Sejak surat edaran tersebut diterbitkan, Khairul menyebut sudah ada 3 mahasiswa PPDS yang diberikan sanksi berat karena melakukan perundungan.
Maka dari itu, untuk dugaan perundungan yang terkait dengan kematian Aulia Risma, Khairul berharap publik tidak mengambil kesimpulan sebelum penyelidikan dari kepolisian rampung. “Kita serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian,” ujar Khairul.