Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Penjelasan KPK soal Tak Kunjung Usut Dugaan Pungli Program Pendidikan Dokter Spesialis

KPK masih belum mengusut dugaan adanya pungutan dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS).

9 Oktober 2024 | 15.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum mengusut dugaan adanya pungutan dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, laporan tersebut belum diterimanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami sejauh ini belum ada ke penyidikan tapi mungkin apakah masih di PLPM (Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat) karena biasanya begini ketika ada masuk informasi itu biasanya diminta dilengkapi dulu," kata Asep Guntur di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asep Guntur tak menampik tidak adanya unsur gratifikasi atau suap pada kasus PPDS menjadi dasar pertimbangan yang memungkinkan belum naiknya laporan itu ke penyidikan.

Menurut dia, pada Pasal 11 Undang-Undang Tentang KPK Nomor 19 Tahun 2019 mengatur kriteria perkara yang ditangani oleh KPK, salah satunya melibatkan penyelenggara negara, alat penegak hukum, kemudian pihak-pihak terkait, dan juga ada klausul terkait dengan jumlah kerugian negara minimal Rp 1 miliar.

"Jadi kami di-match-kan dulu dengan itu, apakah nanti subjek produknya atau objeknya seperti apa, kerugiannya berapa. Itu bukan untuk membatasi, tetapi ini, kan terlalu banyak kasus nanti bisa di-sharing dengan aparat penegak hukum lain," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Asep Guntur, kasus PPDS ini bisa disarankan untuk ditangani oleh kepolisian, kejaksaan karena tidak hanya KPK yang bisa menangani korupsi. Atau mungkin, dia menduga, kasus ini sudah ditangani oleh aparat penegak hukum lain. "Kami yang jelas, saya di Direktorat Penyidikan belum ada perkara itu," ucapnya.

Asep Guntur juga tak membantah jika KPK memiliki skala prioritas dalam menangani perkara. Misalkan ada dua kasus dengan kerugian negara Rp 1 miliar dan Rp 1 triliun, maka KPK akan mengerjakan terlebih dahulu perkara yang lebih besar. 

Untuk perkara lain, menurut dia, akan dikomunikasikan dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti ke Polri. Untuk kasus PPDS ini, Asep akan menanyakannya ke PLPM, apakah laporannya sudah masuk, kalau sudah, maka posisinya seperti apa.

 Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengklaim menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh senior kepada mahasiswi PPDS anestesi Universitas Diponegoro, dokter Aulia Risma yang ditemukan tewas. "Permintaan uang ini berkisar antara Rp 20 juta–Rp 40 juta per bulan," ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Ahad, 1 September 2024.

Syahril mengatakan berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022.

Aulia Risma ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan kemudian menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan nonakademik senior. Kebutuhan nonakademik itu meliputi membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," katanya.

Syahril menyebut bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut. "Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata dia.

Sementara itu, Polda Jawa Tengah menindaklanjuti temuan dugaan perundungan di PPDS Undip tersebut. "Koordinasi berkaitan dengan peristiwa kematian serta kabar perundungan terhadap mahasiswi PPDS Undip," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Artanto di Semarang, Jumat.

Artanto menyebut hasil investigasi Kemenkes ini akan diuji di laboratorium forensik. Dia menuturkan sudah ada lebih dari 10 saksi yang dimintai keterangan, mulai dari keluarga hingga rekan seprofesi korban.

Menurut dia, kepolisian juga terbuka untuk menerima laporan dugaan perundungan yang berkaitan dengan kematian Aulia Risma. "Bisa menghubungi Kemenkes atau kepolisian. Yang bersuara tentu kita lindungi," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus