Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Kemendagri Tak Terburu-buru Tentukan Sistem Pilkada

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan Kemendagri membutuhkan masukan dari publik dalam menentukan sistem pilkada.

17 Desember 2024 | 20.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wamendagri Bima Arya ditemui di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, 11 November 2024. Tempo/Annisa Febiola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan Kementerian Dalam Negeri tidak akan terburu-buru dalam menentukan sistem pemilihan kepala daerah. Meski demikian, Bima menuturkan semakin cepat menentukan sistem pilkada, maka semakin baik karena akan berdampak terhadap waktu persiapannya.

Karena itu, dia mengatakan Kemendagri saat ini membutuhkan masukan dari publik dalam menentukan sistem pilkada.

“Perlu masukan dari teman-teman kampus, peneliti, LSM (lembaga swadaya masyarakat), dan terutama teman-teman partai politik, serta DPR RI,” ujar Bima setelah berkunjung ke SMAN 34 Jakarta pada Selasa, 17 Desember 2024.

Dia juga menanggapi soal kekhawatiran masyarakat akan terjadi kemunduran bila kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Semua opsi itu ada plus minus. Ya, kembali ke DPRD ada plus minusnya, langsung ada plus minusnya, ya semuanya pasti ada catatannya. Kami bahas semuanya di atas meja bersama-sama,” kata mantan Wali Kota Bogor itu.

Sebelumnya, wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD muncul setelah Presiden Prabowo Subianto menyinggung sistem politik di Indonesia mahal dan tidak efisien.

“Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Betul? Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu, apalagi yang kalah,” kata Prabowo dalam pidatonya pada Puncak Perayaan HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis, 12 Desember 2024.

Prabowo juga menyinggung soal efisiensi jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sebab, selain tidak boros anggaran, hal itu juga mempermudah transisi kepemimpinan. Dia mencontohkan dengan apa yang terjadi di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Kemendagri: Tahu Akar Masalah Politik Uang Menjadi Hal Penting

Dalam kesempatan itu, Bima juga mengatakan mengetahui akar masalah dari politik uang yang membuat biaya politik tinggi merupakan hal yang penting.

“Pemilihan di DPRD adalah salah satu opsi, tetapi yang paling penting saat ini adalah mengidentifikasi, memahami akar masalah dari politik biaya tinggi, itu dulu. Jangan sampai akar masalahnya apa kemudian solusinya ke mana, harus nyambung semua,” kata dia.

Wamendagri mengatakan Presiden menyampaikan wacana itu karena memperhatikan fakta yang berkembang di masyarakat, yakni adanya biaya politik yang tinggi dalam pemilu.

“Ini ditangkap oleh Presiden, dan kemudian memerintahkan kepada kami untuk mulai melakukan kajian. Ini kami berkolaborasi juga dengan teman-teman kampus dan peneliti karena akan ada banyak opsinya,” ujarnya.

Mendagri Setuju Usul Kepala Daerah Dipilih DPRD

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian setuju dengan wacana mengubah sistem penyelenggaraan pilkada langsung menjadi dipilih oleh DPRD. Alasannya, pilkada langsung mengeluarkan biaya besar.

“Saya sependapat tentunya, kita melihat sendiri bagaimana besarnya biaya untuk pilkada,” kata Tito di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Mantan Kapolri itu menuturkan pilkada langsung juga menyebabkan kekerasan di sejumlah daerah. Melihat sejumlah dampak itu, Tito sebetulnya sudah lama mengajukan pilkada asimetris. Salah satu opsi pilkada asimetris itu adalah kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Pilkada asimetris adalah sistem yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan mekanisme pilkada antardaerah. Perbedaan tersebut bisa muncul karena suatu daerah memiliki karakteristik tertentu, seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya, ataupun aspek strategis lainnya.

Tito menilai pilkada melalui DPRD juga bisa diterjemahkan sebagai demokrasi perwakilan. Namun Tito mengatakan ide itu harus dikaji oleh parpol, DPR, hingga akademisi. “Tapi ya kita lihat bagaimana teman-teman di DPR nanti, parpol, akademisi, Kemendagri melakukan kajian,” kata dia.

Menurut dia, ide ini akan dibahas secara serius di bawah kementeriannya karena aturan mengenai pilkada sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

“Kan salah satunya sudah ada di prolegnas. Di prolegnas, kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari, tapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” kata Tito.

Hendrik Yaputra dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Respons Parpol KIM Plus atas Pemecatan Jokowi oleh PDIP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sapto Yunus

Sapto Yunus

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus