Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri atau Wamendagri Bima Arya Sugiarto membuka peluang penerapan e-voting atau pemungutan suara berbasis digital pada pemilihan umum. Saat ini, ujar dia, kementeriannya tengah mendorong agar pemerintah daerah menyelenggarakan pemilihan kepala desa atau Pilkades melalui pemungutan suara digial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan Editor:Forum Purnawirawan TNI Tuntut Ganti Gibran, Ini Kata Wiranto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Tentu arah ke depannya ke pemilihan umum. Kami jadikan ini sebagai batu loncatan untuk nanti digunakan pada pemilihan kepala daerah atau pemilihan presiden,” tutur Bima melalui sambungan telepon pada Kamis, 24 April 2025.
Ia menyebut lebih dari seribu desa sudah menyelenggarakan e-voting. Ia mengklaim teknologi e-voting buatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa pemerintah sudah mampu menyelenggarakan pemungutan suara secara digital.
Bima pun menargetkan penerapan e-voting bisa dilaksanakan pada Pilkades selanjutnya. “Saya akan mendorong agar dipercepat sehingga Pilkades berikutnya di tahun ini, kloter berikutnya ini bisa menggunakan e-voting,” ujar dia.
Menurut Bima, penggunaan e-voting dalam pemungutan suara dapat meminimalkan potensi kecurangan. Selain itu, e-voting juga dinilai bakal menghemat biaya pemungutan suara.
Ia menjelaskan, pemilih nantinya bisa mencetak langsung bukti pilihan mereka dan memasukkannya ke dalam kotak suara di tempat pemungutan suara atau TPS. “Begitu di TPS itu mereka nyoblos, mereka memencet satu layar kemudian print, print dimasukkan ke kotak, jadi seperti itu,” kata dia.
“Ini justru membuat kompetisi politik fair karena mengikis potensi-potensi kecurangan semua disini, enggak bisa diotak-atik, karena langsung itu hasilnya,” ujar Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu lagi.
Lebih jauh, ia menyebut pemerintah akan memperkuat regulasi mengenai pemungutan suara elektronik itu. “Bisa melalui Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) nanti untuk menjadi dasar yang sifatnya lebih teknis seperti imbauan kepada kepala daerah,” kata dia.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sempat menyatakan penerapan e-voting atau pemungutan suara berbasis digital perlu dipertimbangkan pada pemilihan umum atau pemilu berikutnya. Pemanfaatan e-voting bisa menjadi solusi dalam menyikapi kasus pelanggaran hak asasi yang masih terjadi pada penyelenggaraan pemilu.
“Kesimpulannya, tidak ada pilihan, ke depan (pelaksanaan) pemilu kita harus menggunakan teknologi. E-Voting harus jadi pertimbangan ke depan,” ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P. Siagian di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Januari 2025.
Saurlin menilai pemanfaatan teknologi bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pemungutan suara yang dilakukan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Menurut dia, pemanfaatan teknologi mesti diterapkan untuk mencegah kelelahan akibat beban kerja KPPS yang terlalu berat hingga menyebabkan kematian pada pemilu 2019 dan 2024.
Pada 2024, BRIN mencatat setidaknya ada 27 kabupaten dan 1.752 desa di Indonesia yang teah melaksanakan pilkades secara elektronik atau e-voting.
Ketua Tim Aplikasi E-Voting di BRIN, Andrari Grahitandaru, menjelaskan pengembangan E-Voting berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUU-VII/2009 yang memperkenankan pemberian suara secara elektronik. MK menyatakan pemungutan suara dengan metode e-voting dapat digunakan dan tidak melanggar konstitusi asalkan memenuhi sejumlah persyaratan kumulatif, yakni tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.
Menurut Andrari, UU Pilkada sudah mengakomodir putusan MK tersebut, namun belum berlaku pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Hanin Marwah dan Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini.