SESUAI jadwal, daftar calon sementara untuk pemilihan anggota
DPR pada Pemilu 1982 diumumkan 15 Desember lalu. Di 27 daerah
pemilihan, PPP mengajukan jumlah calon 625 orang, Golkar 719 dan
PDI 456 orang. Selama 30 hari masyarakat diberi kesempatan
meneliti dan menilai para calon wakil rakyat itu.
Keberatan terhadap seseorang calon dapat diajukan secara
tertulis pada Panitia Pemilihan Pusat bagi anggota DPR Pusat dan
Panitia Pemilihan Daerah untuk anggota DPR Daerah. Menurut
rencana, daftar calon tetap akan disahkan dan ditetapkan 9
Februari 1982.
Daftar calon Golkar yang paling "gemerlapan", bertaburan dengan
nama para tokoh pusat dan daerah yang dijadikan pengumpul suara.
Yang dimunculkan mulai Adam Malik, Daoed Joesoef, Alamsyah,
Nelly Adam Malik, Ali Moertopo, Habib Mohamad Alhabsyi sampai
Hamengkubuwono IX, Soedjono Hoemardani dan Widjojo Nitisastro.
Beberapa nama baru muncul di PDI. Partai bersimbol kepala
banteng ini memang harus menyodorkan nama baru. DPP Soenawar
Soekowati sejak terpilih awal tahun ini telah meecall 7 anggota
mereka dari DPR. Tokoh baru yang dicalonkan antara lain
Panangian Siregar (Sumatera Utara), Dudy Singadilaga (Jawa
Barat), Ipik Asmasoebrata (DKI Jaya), Soebekti dan Yusuf Merukh
(Jawa Tengah).
Yang paling guncang tampaknya daftar calon PPP. Banyak tokoh NU
yang pasti tidak bakal terpilih lagi jika "daftar Naro" ini
tidak berubah. Namun para tokoh NU sendiri kini agaknya tak lagi
terlalu mengharapkan perubahan ini. "Untuk mengadakan perubahan,
saya kok pesimistis. Sebab susunan Naro itu bukan hanya Naro.
Ada pemerintah di belakangnya," kata Jusuf Hasjim yang dalam
daftar sementara menduduki nomor 31 di Jawa Timur. Pada daftar
yang disusun NJ ia menduduki urutan I.
Saya Mau Dialog
Pemerintah sendiri rupanya tidak ingin daftar sementara ini
dirombak. Ketua LPU/Mendagri Amirmachmud akhir bulan lalu
mengisyaratkan: "Jangan sampai daftar calon sementara itu diubah
secara prinsipiil. Kalau dua atau tiga orang bergeser, itu
mungkin bisa," katanya.
Naga-naganya harapan PB NU, yang didesak banyak cabangnya,
memperbaiki "daftar Naro" ini tidak akan berhasil banyak.
Beberapa nama tokoh NU lain yang mungkin "tumbang" misalnya
Saifuddin Zuhri, Muchtar Chudlori, Imron Rosjadi, Rachmat
Muljomiseno dan Zaidan Djauhari.
Bisa dimengerti bila banyak yang kecewa. "Sampai kini tidak ada
penjelasan mengapa pergeseran itu terjadi," kata Imron Rosjadi.
Buat dia tindakan itu dianggap "vonis tanpa diberi hak membela
diri". Buat saya pribadi bukan soal kursinya," ujar tokoh
berusia 65 tahun ini. "Tiap orang memiliki kekurangan. Apa
kesalahan saya?", katanya dengan nada meninggi. "Sebelum Orde
Baru saya sudah Orde Baru. Saya menentang PKI dan saya
dipenjarakan oleh Soekarno selama 4 tahun. Apa yang menggeser
saya itu lebih Orde Baru dari saya. Saya mau tahu. Saya .mau
dialog," kata Imron yang digeser dari nomor 1 menjadi nomor 20
untuk daerah pemilihan Jawa Barat.
Namun Imron tampaknya siap menghadapi masa depannya setelah tak
menjadi anggota DPR, ia merencanakan untuk terjun ke bidang
pendidikan. Akhir tahun lalu di Pacet, Cianjur, Jawa Barat, ia
mendirikan pesantren terpadu bernama Maarif dengan tingkatan SLP
dan SLA.
Bidang pendidikan juga yang akan diterjuni Jusuf Hasjim. "Saya
akan aktif mengembangkan organisasi pesantren," kata lulusan
Sekolah Pendidikan Guru di Tebuireng, Jawa Timur ini.
Salah satu wajah baru yang menarik dalam daftar calon sementara
ialah K.H. Wahib Wahab. Putra almarhum K.H. Wahab Chasbullah,
pendiri NU ini muncul sebagai calon nomor 7 Golkar di Jawa
Timur. Dekan Fakultas Sospol Universitas Darul Ulum, ombang,
yang berusia 64 tahun ini sering diundang Golkar memberi ceramah
agama Islam. Mungkin sikapnya yang dianggap "moderat" inilah
yang menyebabkan dia muncul sebagai calon Golkar. Tanggapannya:
"Atas kepercayaan Golkar itu, tidak lain saya mengucapkan banyak
terima kasih. Tapi sebagai orang tu yangsudah berumur lanjut,
lebih baik bila saya termasuk 25 persen anggota DPR yang
diangkat Presiden," ujarnya. "Begini-begini juga orang masih
menganggap saya tokoh NU," sambungnya.
Munculnya Siswono Judo Husodo, 38 tahun, sebagai calon Golkar
urutan nomor 2 untuk pemilihan anggota DPRD DKI Jaya dianggap
mengagetkan. Direktur Utama PT Bangun Cipta Sarana yang juga
tokoh HIPMI ini dikenal sebagai bekas aktivis GMNI dan berasal
dari keluarga PNI. Bagaimana ia bisa muncul sebagai calon
Golkar?
"Saya belum pernah terdaftar sebagai anggota PDI sekalipun saya
cukup dekat dengan orang-orang PDI. Saya pernah mendalami
marhaenisme secara praktis dan ilmiah. Dan sampai sekarang saya
pengagum Soekarno," kata Siswono. Menurut ceritanya, suatu hari
ia berbincang-bincang dengan Gubernur DKI Jaya Tjokropranolo.
"Rupanya Pak Nolly dan juga Pak Achmadi, Ketua Golkar Jakarta
menganggap saya memahami aspirasi penduduk Jakarta," ujarnya.
"Saya masuk Golkar bukan karena Golkar paling kuat selama ini.
Tetapi secara obyektif saya terpaksa harus mengatakan, pada
tingkat sekarang hanya Golkar yang masih mendapat kepercayaan
rakyat untuk pemilu yang akan datang," lanjut Siswono. PDI
menurut dia, sebetulnya bisa menjadi alternatif. Tapi sayang,
performens politiknya kurang cantik dan programnya tidak
menarik," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini