Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

<font face=arial size=1 color=#FF0000><B>TEMPO DOELOE</B></font><br />Demam Arisan Kakus

4 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULAN lalu Badan Kesehatan Dunia menyatakan secara umum negara-negara di Asia Timur telah mencapai target tujuan pembangunan milenium (MDGs) di bidang sanitasi. Indonesia berada pada tingkat pencapaian 55,6 persen, dari target minimal 62,21 persen. Posisi ini lebih baik dibanding Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam, tapi jauh tertinggal ketimbang Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Yang menghambat Indonesia, menurut Direktur Jenderal Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Wilfried H. Purba, antara lain kebiasaan buang air besar tidak pada tempatnya. Hingga kini masih ada sekitar 26 persen warga Indonesia yang buang hajat sembarangan.

Nah, soal kakus dan hajat ini pernah ditulis majalah Tempo edisi 3 Januari 1981. Dalam rubrik Desa, diceritakan bagaimana warga Sidomulyo, Sidorejo, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, bergotong-royong membangun jamban yang sehat.

Sidomulyo terletak di dekat Sungai Cibeureum. Setiap musim hujan desa ini kebanjiran. Air meluap dari sungai, menggenangi hampir seluruh daratan desa seluas 300 hektare itu. Celakanya, air berlumpur dengan segala macam kotoran juga menggenangi sumur penduduk yang mulutnya rata tanah. Akibatnya, wabah muntah-berak melanda setiap tahun. "Untung, belum ada jatuh korban," kata Kepala Desa Sidomulyo Kadar Sukemi.

Diduga wabah tersebut berasal dari tinja yang bercampur lumpur saat banjir. Maklum, umumnya penduduk desa melepas hajat besar di sembarang tempat—di pinggir kali, pematang sawah, selokan, hingga balong. "Mereka terlalu sibuk mencari makan, sehingga tidak sempat mengurus kebersihan lingkungan," begitu penilaian Kepala Desa. Lebih dari separuh penduduk desa ini bekerja serabutan, sisanya buruh tani. Penghasilan mereka rata-rata hanya Rp 400 sehari. Rumah mereka kebanyakan berdinding gedek dan berlantai tanah.

Beruntung desa ini memiliki Sumbani, Ketua RT 5, dan Mucharor, warga di RT itu juga. Pada pertengahan 1980, mereka berdua mendirikan arisan Persatuan Simpan-Pinjam Rukun Santoso. Anggota pertama 28 orang. Setiap orang membayar simpanan pokok Rp 2.000 dan simpanan wajib Rp 300 per bulan. Dalam waktu setahun, kas Rukun Santoso berisi Rp 216 ribu.

Mulanya kelompok arisan ini ditujukan untuk membantu perekonomian warga. Anggota yang ingin berdagang diberi pinjaman Rp 7.500-10.000. Setiap tanggal 11, anggota Rukun Santosa berkumpul. Mereka membayar angsuran pinjaman dengan bunga yang tidak ditentukan besarnya. Tergantung kemampuan si peminjam, sekadar penambah isi kas.

Belakangan, pada Juli 1980, tergerak untuk membenahi sanitasi desa, Rukun Santosa menggelar arisan kakus. Pesertanya tidak sebatas anggota, siapa saja bisa. "Asalkan membayar iuran Rp 400 per bulan," kata Mucharor.

Di luar dugaan, peminatnya cukup banyak, mencapai 32 orang. Peserta yang menang undian bisa langsung mengambil jamban seharga Rp 1.800. Ini lebih murah Rp 200 dibanding harga di luar. Sampai awal Desember tahun itu, sudah 19 orang kebagian kakus arisan, rata-rata empat orang setiap bulan. Karena "demam arisan kakus" ini, jumlah kakus di Desa Sidomulyo melonjak menjadi 60 buah.

Kakus kecil arisan itu sederhana saja, tapi cukup memenuhi syarat kesehatan. Sebuah lubang sedalam dua meter bergaris tengah 80 sentimeter diberi dinding anyaman bambu agar tanah tidak longsor. Di mulut lubang itu ditaruh dua balok bekas bantalan rel. Dinding kakus dari gedek, beratap rumbia. Penggalian lubang dilakukan gotong-royong.

Bagi Saman, pedagang pisang berusia 55 tahun, arisan kakus sangat membantu. "Dulu kalau buang air besar di sembarang tempat. Belum terpikir membuat kakus. Habis, penghasilan saya sehari cuma Rp 500," katanya. Sekarang Saman dan istri serta kelima anaknya dapat leluasa melepas hajat, tanpa perlu pusing mencari tempat tersembunyi lebih dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus