Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

<font face=arial size=1 color=#FF0000><B>TEMPO DOELOE</B></font><br /><font face=arial size=3><B>Judi, Oh, Ramai Sekali</B></font>

22 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI luar perkiraan, pendapatan bisnis judi di Makau, Cina, bulan lalu hanya US$ 2,99 miliar, sekitar Rp 28 triliun. Ini terendah sepanjang 2012, dampak dari perlambatan ekonomi dunia dan berkurangnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke sana. Padahal Makau menggantungkan ekonominya pada perjudian, yang menyumbang 40 persen produk domestik bruto.

Jakarta juga pernah merasakan betapa berartinya uang judi. Itu terjadi setelah Gubernur Jakarta Ali Sadikin menghimpun tempat judi liar pada 1967. Petak Sembilan, Copacabana, Jakarta Theater, dan tempat judi lain disahkan menjadi sumber pendapatan DKI. Pada 1980, setoran dari lokasi itu mencapai Rp 10,2 miliar, membantu anggaran daerah yang mencapai Rp 150 miliar.

Namun Presiden Soeharto menghentikannya. Pada awal 1981, judi diumumkan sebagai kegiatan ilegal dan akan ditutup mulai 1 April. Sebelum benar-benar ditutup, tempat-tempat judi malah makin diserbu pengunjung, saban hari. Tempo memotret hiruk-pikuk ini dalam laporan utama edisi 21 Februari 1981.

Mulai dari arena judi Petak Sembilan. Seperti malam-malam Minggu lainnya, Sabtu sore sepekan sebelum edisi ini terbit, arena permainan di kawasan Jakarta Kota itu dipadati penjudi. Ruang tingkat bawah hampir tak mampu menampung para pengadu untung. Semua kursi yang mengelilingi meja black jack penuh. Begitu pula meja rolet dan dadu kancing.

Di lantai dua, keadaan tak berbeda. Tapi di sini, di pinggir-pinggir ruangan, terlihat lebih banyak tampang angker bersedekap. Penjudinya terlihat lebih rapi. Menurut seorang pelayan, mereka penjudi turis dari Singapura dan Bangkok. Pantas, bahasa Indonesia hampir tak terdengar di lantai ini.

Hiruk-pikuk seperti itu juga terlihat di Copacabana, Ancol, Jakarta Utara. Bedanya, pengunjung kasino di bawah manajemen Summit International Amusement Centre ini lebih beragam, dari yang berdasi sampai yang berjaket kumal. Seperempat pengunjungnya adalah wanita.

Lantai dua gedung di samping kiri Hotel Horison itu disediakan khusus untuk mengadu untung lewat permainan keno. Kursi yang ditempeli asbak berderet memenuhi ruangan besar, menghadap sebuah layar yang memancarkan nomor keno yang keluar pada suatu permainan.

Ruang VIP atau Royal Room dari pusat perjudian ini terletak di sebelah kiri eskalator. Sebelum ada pengumuman pemerintah untuk menghapus tempat-tempat perjudian, tak sembarang orang boleh masuk. Sekurang-kurangnya tiga penjaga akan meneliti tiap pengunjung. Hanya mereka yang sudah dikenal sebagai penjudi bertaruhan besar yang diperkenankan. Sejak pengumuman tadi, pintu itu lebih longgar bagi yang hendak bermain, atau bagi yang sekadar ingin melihat-lihat.

Jakarta Theater juga tak kalah sibuknya pekan-pekan itu. Kasino dengan karyawan sekitar 2.000 orang milik Grup Yan Darmadi ini menyuguhkan judi bakarat mini, black jack, rolet, dan keno. Siang ataupun malam, pengunjungnya padat. Bahkan para penjudi asing hampir tak putus mendekam di seputar meja.

Kasino ini dikenal sebagai tempat judi paling ramai di Jakarta. Pendapatannya juga lebih tinggi. Dalam hal pelayanan, kasino ini memang luar biasa. Penjudi kawakan selalu disuguhi makanan kesukaannya—jika perlu dipesan langsung dari luar negeri. Cewek-cewek pendampingnya pun pilihan.

Tingkah para turis judi beragam pula. ”Kalau penjudi Muangthai, bawaannya tas golf atau raket tenis,” ujar Max Matsui, General Manager Hotel Sari Pacific Jakarta. Setiba di hotel, mereka bermain golf atau motret sana-sini, baru malam hari ke kasino. ”Kalau penjudi dari Singapura,” kata Max pula, ”begitu taruh koper di kamar, langsung ke kasino.” Mereka kembali ke hotel menjelang pagi dan beberapa jam kemudian sudah terbang lagi.

Tentu saja, sambil menikmati hari-hari akhir mengadu untung di Jakarta, para penjudi ini mulai mengalihkan langkah. Sebagian ke Genting Highland, Malaysia, yang sudah lama berikhtiar menarik uang dari kunjungan mereka. Lainnya ke Makau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus