Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

<font face=arial size=1 color=#FF0000>Tempo Doeloe</font><br />Aksi Koboi Menteri Wardhana

26 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan membuat berita pekan lalu. Tindakannya membuka paksa sejumlah pintu jalan tol di kawasan Senayan, Jakarta, mencairkan kemacetan dan disambut gembira banyak orang.

Empat puluh tahun lalu, majalah ini pernah menulis aksi serupa dari Menteri Keuangan Ali Wardhana. Ketika baru dilantik menjadi pejabat, Wardhana melakukan sejumlah gebrakan yang dikenang sampai sekarang.

Aksi bersih-bersih Wardhana dimulai dari mempersingkat prosedur pembayaran pajak dan bea-cukai, melarang pegawai memiliki usaha atau perusahaan swasta, hingga merumahkan sejumlah pegawai. Dia juga memperkuat unit penyelidikan internal di Direktorat Jenderal Pajak.

"Saya sedang membangun investigation bureau, semacam FBI," kata menteri lulusan University of California di Berkeley, Amerika Serikat, ini.

Sebelum menuntut bawahannya memperbaiki kinerja, Wardhana menaikkan gaji pegawai Kementerian Keuangan. Tak tanggung-tanggung, kenaikan gaji yang diperintahkan Wardhana mencapai 33 persen dengan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji pokok. "Ini belum besar, tapi mereka sekarang bisa hidup meski terang tidak di dalam keadaan luks," kata Wardhana.

Menteri Wardhana juga rajin melakukan inspeksi mendadak. Suatu hari dia tiba-tiba muncul di Pelabuhan Tanjung Priok, mengagetkan ratusan petugas Bea dan Cukai di sana. Mereka yang semula tidur-tiduran sambil membaca buku langsung terperanjat. Dari satu kunjungan itu saja, Wardhana berhasil membongkar penyelundupan 180 ribu lusin batu baterai merek Eveready.

Kali lain Wardhana muncul mendadak di Pos Balai Lelang Jatinegara. Di sana dia berhasil menangkap basah upaya korupsi Rp 500 juta yang didalangi Kepala Kantor Lelang Soekirman. Tanpa ampun, Soekirman langsung dipecat saat itu juga.

Perburuan terus berlanjut. Tak kenal lelah, Wardhana mengendus penyelewengan sampai ke pelabuhan udara di Kemayoran. Di sana dia menemukan penyelewengan dalam pengiriman barang lewat maskapai penerbangan Saber Airlines. Maskapai penerbangan yang 80 persen sahamnya dimiliki pemerintah Singapura itu dinilai melanggar jenis izin barang angkut.

"Bayangkan saja, yang diangkut dengan pesawat milik Saber itu tidak terbatas pada barang kelontong saja, tapi sampai-sampai lemari es dan televisi. Padahal impor lewat udara itu 40 kali lebih mahal bea masuknya daripada dengan kapal laut," katanya gemas.

Buntut dari kunjungan-kunjungan rahasia Menteri Wardhana, sejumlah pejabat kehilangan kursi. Puluhan pegawai dari Direktorat Jenderal Pajak, Bea-Cukai, dan Kantor Lelang diberhentikan.

Tentu tak semua berjalan mulus. Perlawanan sempat muncul dari koleganya sendiri. Kepala Bea dan Cukai Padang Sudidjo terang-terangan mengkritik cara Wardhana membereskan masalah. Akibatnya, sempat terjadi ketegangan antara Lapangan Banteng-Departemen Keuangan dan Priok-Bea dan Cukai.

Menteri Wardhana sendiri menyadari keputusannya bisa menimbulkan kontroversi. Tapi, dia menegaskan, pejabat pemerintah sudah seharusnya menaikkan standar pelayanan kepada masyarakat.

Wardhana punya penjelasan tambahan untuk aksi koboinya, menembak para mafia pajak dan bea-cukai. "Kalau penerimaan negara tidak bertambah, mana bisa Sutami menyelesaikan jalan-jalan dan Menteri Perindustrian menggunting pita untuk pabrik-pabriknya?" ujarnya.

Itu sebabnya, Wardhana sempat membentak Kepala Inspektorat IV Bea dan Cukai Sutopo saat dia melakukan inspeksi mendadak di Priok. "Tertibkan aparatmu, tertibkan prosedur pengeluaran barang, berikan servis sebaik-baiknya kepada masyarakat, jangan jadi benalu!"

Tapi itu aksi pemerintah pada 1971, di masa bulan madu Orde Baru. Berbelas tahun kemudian, Bea Cukai kembali jadi sarang tikus—hama korupsi yang hingga kini tak kunjung habis dibasmi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus