Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

<font size=+1 color=#FF0000>37</font><font size=3> TAHUN LALU</font>

14 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmadiyah yang Dilupakan
21 September 1974

AKHIR September 1933, ratusan orang berjejal di sebuah rumah di gang Kenari, Salemba, Jakarta Pusat. Mereka mengikuti perdebatan antara dua orang tokoh: A. Hassan yang mewakili Persatuan Islam dan Abu Bakar Ayub yang jadi utusan Ahmadiyah Qadian. Suasana perdebatan kala itu dilukiskan dengan terperinci dalam sebuah buku yang baru saja diterbitkan ulang pada akhir September 1974.

Di buku itu dijelaskan bagaimana perdebatan itu ramai diliput wartawan. Ada jurnalis dari Keng Po, Sin Po, Pemandangan, Bintang Timur, sampai Sikap Adil. Wakil perkumpulan kemasyarakatan juga berdatangan. Ada yang dari Persatuan Islam, Pendidikan Islam, AnNadil Islamie, Persatuan Islam Garut, MAS Garut, sampai Al-Irsyad.

Tepat pukul 08.00, rapat dibuka. Ketua sidang, Mohd. Muhyiddin, memberikan pengantar singkat, ”Tuan-tuan putera dan puteri, saya mengucapkan terima kasih atas kedatangan sekalian. Saya harap supaya tuan-tuan sekalian akan tinggal dengan iman. Janganlah mencela, mengeluarkan perkataan atau isyarat-isyarat yang memihak ke salah satu partai yang sedang berdebat. Barang siapa tiada menurut akan aturan ini, saya akan ambil tindakan. Ingatlah, walaupun tidak setuju juga, simpan sahaja dalam hati.”

Peringatan Muhyiddin terasa relevan sekarang, ketika orang ramai berdebat tentang kerukunan beragama di Tanah Air. Para penyerang Ahmadiyah di Kampung Cikeusik, Pandeglang, bisa belajar dari semangat persaudaraan A. Hassan dan Abu Bakar Ayub pada 1933.

ARSIP 

14 Februari 1945
Pasukan Pembela Tanah Air (Peta) di Blitar, Jawa Timur, memberontak. Dipimpin komandannya, Supriyadi, mereka menguasai sejumlah tangsi militer dan menewaskan lebih dari 20 tentara Jepang. Pemberontakan dipadamkan dalam waktu singkat, tapi Supriyadi dikabarkan lolos.

15 Februari 1958
Sejumlah tentara Angkatan Darat mengobarkan pemberontakan melawan pemerintahan Sukarno di Jakarta. Mereka membentuk Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat, dan mendeklarasikan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi. Pemberontakan yang gagal ini didukung badan intelijen Amerika, CIA.

16 Februari 1951
Setahun setelah Perang Korea, pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin menuding Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hanya mewakili kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya. Dia menilai PBB justru mendorong perang terhadap Korea Utara dan Cina.

17 Februari 1996
Gempa tektonik berkekuatan 7,0 skala Richter memporak-porandakan Biak, Irian Jaya. Lindu itu menimbulkan gelombang pasang tsunami 5-7 meter, yang menenggelamkan puluhan desa dan menewaskan sekitar 100 penduduk.

20 Februari 1980
Dewan Pers Indonesia di bawah Orde Baru membuat aturan baru: semua koran hanya boleh terbit 12 halaman dengan komposisi 70 persen berita dan 30 persen iklan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus