Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Etalase

007 dengan Resep Usang

Lewat Die Another Day, James Bond menawarkan formula yang sama dari tahun ke tahun. Ikuti liputan TEMPO di London, Inggris.

8 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

James Bond: Die Another Day Pemain : Pierce Brosnan,Halle Berry, Toby Stephens, Dame Judi Dench, Rosamund Pike, Rick Yune, Madonna Sutradara : Lee Tamahori Skenario : Neal Purvis, Robert Wade Produksi : MGM, 2002 Durasi : 123 menit

ROYAL Albert Hall, London, "lenyap" dan menjelma menjadi istana es yang disiram cahaya kebiruan. Syahdan, musim dingin Eropa tak menghalangi ratusan penggemar dengan gigi gemeletuk itu merubung gedung berusia 131 tahun tersebut untuk sekadar menyaksikan wajah-wajah Pierce Brosnan, Halle Berry, dan Madonna. Tak tanggung-tanggung, Ratu Elizabeth pun ikut hadir dalam penayangan perdana Die Another Day.Sementara layar besar menampilkan sang Ratu berbincang dengan Pierce Brosnan, para penggemar sibuk mempreteli poster-poster untuk membawanya pulang sebagai suvenir.

Pada usianya yang ke-40, film James Bond tidak memulai sebuah hidup baru. Penayangan perdana Die Another Day memperlihatkan studio-studio Hollywood tak mampu menawarkan sesuatu yang baru dari rangkaian novel Ian Fleming yang sebetulnya sudah lama selesai itu. Episode ke-20 ini masih memakai resep yang sama: dara seksi, senjata rahasia, mobil canggih, dan jalan cerita yang absurd.

Film ini dibuka dengan tertangkapnya James Bond (Pierce Brosnan) di kawasan Korea Utara akibat seorang pengkhianat yang membocorkan informasi ke pihak lawan. Berbekal niat balas dendam, Bond berkelana dari Hong Kong sampai Kuba sambil tak lupa menebar pesona ke setiap pojok. Di negeri salsa yang diberkahi kemajuan teknologi kedokteran yang tak ada bandingannya, Bond bersua dengan Jinx (Halle Berry). Di sini ia bertemu kembali dengan lawan uletnya di Korea Utara, Zao (Rick Yune). Sedikit ledakan di sana-sini, Bond pun melenggang jadi pemenang.

Di London, Bond bertemu dengan pedagang berlian sensasional pecandu adrenalin, Gustav Grave (Toby Stephens), dan asistennya, Miranda Frost(Rosamund Pike). Terkesan akan kehebatan James Bond dalam adu anggar, Grave mengundang Bond ke perhelatan raksasanya di Islandia, di istana megah lengkap dengan perabot mewah terbuat dari es. Lagi-lagi Bond bertemu dengan Jinx, yang belakangan ternyata agen rahasia Amerika Serikat.

Puncak acara adalah saat Grave membawa terang ke padang es yang dirundung gelap berkat Icarus, satelit pemantul sinar matahari yang sekaligus berfungsi sebagai senjata maut. Memadu kekuatan, Bond dan Jinx berupaya menggagalkan Korea Utara yang bermaksud memanfaatkan Icarus untuk menguasai dunia. Sekonyong-konyong semua pertanyaan terjawab begitu saja. Sang pengkhianat yang selama ini dicari mendadak muncul di depan mata. Kolonel Korea Utara musuh tangguh Bond tiba-tiba bangkit dari kubur berkat eksperimen terapi gen. Dihiasi balap mobil tegang di padang salju dan manuver pesawat terbang yang rontok di udara, Bond tetap sehat walafiat dan kembali bergelung dalam pelukan para perempuan jelita.

Sutradara asal Selandia Baru, Lee Tamahori (The Edge, 1997, dan Along Came a Spider, 2001), tidak menawarkan besutan baru dalam film berbiaya produksi US$ 142 juta ini—bujet tertinggi dari semua episode James Bond. Adegan Berry muncul dari pantai Kuba bahkan sama persis dengan yang dilakukan Ursula Andress dalam Dr. No, 40 tahun yang lalu. Setelah bermain bagus dalam Monster's Ball (2001), yang mengganjarnya Piala Oscar untuk kategori aktris terbaik, Halle Berry bahkan tampil menggelikan dalam film ini. Padahal perjalanan karier Berry boleh dibilang menarik. Bond's girl Kim Basinger (Never Say Never Again, 1983) membutuhkan waktu lebih dari satu dasawarsa untuk akhirnya bisa meraih Piala Oscar (L.A. Confidential, 1997), sementara Berry tampil di film Bond justru setelah meraih Oscar.

Tapi resep khas Bond ternyata disukai penonton. Selain wanita rupawan, yang ditunggu-tunggu penggemar Bond adalah mobil canggih tunggangan agen 007, Aston Martin versi Vanquish. Berkat kecanggihan teknologi, mobil ini bisa menghilang. Agaknya Bond terilhami Harry Potter, yang bisa lenyap dari pandangan mata apabila menyelubungi diri dengan jubah ajaib.

Apabila tak ada yang baru, lantas apa yang membuat film ini meraup US$ 47 juta dalam hitungan hari? Mungkin karena Bond hidup dalam fantasi setiap orang. Sementara penonton wanita mendamba senyum Bond yang tenang dan memikat, para laki-laki bermimpi jadi seperkasa Bond di tempat tidur.

Dan tahun depan, James Bond—masih diperankan oleh Brosnan—akan datang kembali dengan formula sama: dara seksi, senjata rahasia, mobil canggih, dan jalan cerita yang absurd.

Gita Widya Laksmini (London)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus