Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AH, Anda pasti bercanda," ujar James Bond tertawa saat Q memamerkan hasil modifikasinya berupa mobil berkursi loncat bak pesawat. Dengan raut muka serius, Q menjawab tandas, "Saya tidak pernah main-main dengan pekerjaan saya." Pameran bertajuk Licence to Thrill seakan menegaskan jawaban Q. Aneka peranti canggih Bond memang bukan sekadar mainan.
Memperingati ulang tahun ke-40 ikon kejantanan pria itu, Science Museum menggelar ajang khusus memamerkan aneka instrumen yang menjadikan Bond sebagai superhero. Dari storyboard (sketsa ala komik berupa rancangan adegan), kostum mewah para dara jelita yang mengelilingi Bond, aneka senjata rahasia milik para penjahat, pesawat terbang mini dengan sayap lipat, kapal selam berwujud buaya, sampai simulasi ruang reaktor nuklir yang siap meledak menghiasi dua lantai museum di bilangan South Kensington di London ini. Masing-masing dirancang dengan cermat dan hati-hati bak sebuah mahakarya. Sebagai pelengkap, terdapat sejumlah layar besar yang menayangkan cuplikan film Bond dari masa ke masa.
Yang hadir bukanlah sekadar pameran kecanggihan special effect, tapi juga sebuah perjalanan melintas waktu. Lihatlah bagaimana layar lebar menafsirkan sensasi kemolekan wanita sepanjang zaman. Pesona perempuan berkulit gelap seperti si mungil Halle Berry (Die Another Day, 2002) sebelumnya muncul lewat tubuh liat Grace Jones (A View to a Kill, 1985). Eksotisme Asia yang dulu hadir lewat kelembutan Akiko Wakabayashi (You Only Live Twice, 1967) muncul dengan kemasan lebih tangkas dan gagah lewat Michelle Yeoh (Tomorrow Never Dies, 1997). Bond's girl lainnya adalah perempuan Kaukasian dengan rambut blonda. Baru dalam Golden Eye (1995), lewat tokoh M yang dilakoni Judi Dench, perempuan tak cuma jadi kembang penghias belaka, tapi sebagai pemimpin lembaga intelijen Inggris terkemuka itu.
Pameran ini juga memperlihatkan bagaimana dunia sinematografi menobatkan Rusia sebagai musuh dunia nomor wahid selama lebih dari 30 tahun. Pada 1997, dalam film Tomorrow Never Dies, Bond menemukan musuh baru, yakni juragan media Elliot Carverjelas terinspirasi oleh jutawan Rupert Murdochyang menggeser kebencian ke Cina. Dalam episode berikutnya, The World is Not Enough (1999), Rusia lagi-lagi ketiban pulung. Dalam Die Another Day, pendulum bergeser ke komunisme. Maka giliran Kuba, Korea Utara, dan Cina yang jadi sasaran. Melihat situasi perpolitikan dunia kini, bukan tak mungkin James Bond kelak memerangi gerakan terorisme fundamentalis di Afganistan, Irak, juga Indonesia?
Dalam serial Bond, batas kenyataan dan fantasi memang kian lama kian kabur. Dalam From Russia with Love (1963), telepon mobil pertama kali muncul. Pada 1980-an, bahkan si Boy idola anak muda Jakarta pun menggunakan "peranti canggih" ini. Dalam Tomorrow Never Dies, telepon seluler muncul lengkap dengan video dan alat pengendali jarak jauhteknologi macam ini rasanya tak lama lagi sudah bisa dibawa di saku celana.
Yang jadi bintang tentu saja sederetan mobil mewah yang memenuhi lantai dua. Pada awal 1960-an, James Bond sulit mendapatkan pinjaman dari produsen mobil. Kini hal sebaliknya terjadi. Film ini terbukti jadi sarana promosi efektif. Setelah menjajal BMW, Lamborghini, Ferrari, dan Lotus, kini dalam episode ke-20 ini James Bond mengambil pilihan "nasionalis" dan kembali mengendarai mobil produksi Inggris, yakni Aston Martin. Dilepas dengan harga US$ 228 ribu, lebih dari 700 mobil laris terjual beberapa saat sebelum Die Another Day dirilis. Sebagai produk budaya pop, Bond adalah etalase.
Pameran ini tergolong laris. Semenjak dibuka pada pertengahan Oktober lalu, Licence to Thrill tak henti-hentinya dibanjiri pengunjung. "Setiap hari rata-rata kami dibanjiri sekitar 2.000 pengunjung dewasa dan anak-anak," ujar pejabat pers museum, Matt Moore. Bahkan, agar bisa memperoleh kesempatan, para pencinta tokoh ciptaan Ian Fleming ini diberi saran agar memesan tiket sebelumnya.
Selain nostalgia, yang membuat pameran ini berbeda dari sekadar pajangan memorabilia ala Planet Hollywood adalah unsur interaktif. Pengunjung diberi kartu gesek secret agent berikut nomor kode sandi. Di sejumlah sudut terdapat uji kepiawaian sebagai agen rahasia, yakni sederetan pertanyaan yang bisa dijawab lewat layar sentuh (touch screen). Mereka juga menyajikan pelbagai merchandise di pintu keluar sehingga mimpi jadi James Bond bisa dibawa pulang. Nanti di rumah seraya mengecap Dry Martini, para pengunjung bisa melanjutkan khayalan menunggang mobil canggih, melingkarkan tangan ke pinggang dewi jelita, dan berucap dengan jumawa, "Bond. My name is Bond."
Gita Widya Laksmini (London)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo