Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO, 26 FEBRUARI 1994
Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Sudomo, keluar dari Istana Negara dengan murung. Mantan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan itu baru saja menjelaskan ihwal surat referensi yang ia berikan kepada seorang debitor Bank Bapindo.
”Surat sakti” atau kate-belece itu membuat Sudomo menjadi sorotan-. Penerima referensi itu tak lain seorang peng-usaha bernama Eddy Tansil-. Ber-kat referensi itu, Eddy mendapat kredit—yang ke-mudian macet— Rp 900 miliar dari Bapin-do. Dalam kasus kredit macet itu, Eddy sempat menjadi tahanan Kejaksaan Agung, namun kemudian dapat meloloskan diri dan hingga kini masih buron.
Lantaran kasus ”surat sakti” itu, Sudomo di-tuntut mundur dari jabatan oleh berbagai kalangan. Para penuntut menganggap ada kolusi antara pejabat tinggi dan peng-usaha.
Kisah mirip kasus Eddy Tansil sekarang kembali terulang. Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi di-ketahui menulis surat -kepada Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Isinya ”rekomendasi” agar Sun Ho, perusaha-an -kontraktor Korea, bisa mendapat kesempat-an- presentasi pertama dalam rencana pelaksanaan -renovasi gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia di Korea Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo