Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi sektor moneter pada 1983.
Isu devaluasi rupiah menggerus uang giral di perbankan hingga Rp 500 miliar pada tahun tersebut.
Kebijakan ini membuat perbankan bebas menentukan suku bunga deposito dan leluasa mengucurkan kredit.
OMNIBUS law Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober lalu menyebutkan ihwal pembentukan lembaga pengelola investasi (LPI). Perihal pembentukan lembaga ini termaktub dalam pasal 165.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, LPI berbeda dengan lembaga yang dipimpinnya. “Kewenangan BKPM tidak terambil sedikit pun. Ketika mau eksekusi kegiatan, mereka buat JV (joint venture) atau perusahaan. Daftar di BKPM, lalu dicatat,” katanya. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyertaan modal untuk LPI mencapai Rp 75 triliun, yang bersumber dari aset negara, aset badan usaha milik negara, dan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1983, Menteri Keuangan Radius Prawiro mengumumkan paket deregulasi sektor moneter demi menguatkan investasi. Paket deregulasi ini membuat bank bebas menetapkan suku bunga dan leluasa mengucurkan kredit. Tempo mengulasnya dalam laporan bertajuk “Menyedot Rupiah dari Bawah Bantal” pada 7 Mei 1983.
Laporan tersebut menyajikan cerita kuda-kuda pemerintah dalam menarik investasi melalui instrumen deposito berjangka dengan memanfaatkan paket deregulasi itu. Menanggapi kebijakan ini, para bankir swasta memperkirakan tingkat bunga deposito berjangka enam bulan naik dari 6 persen menjadi 8 persen per tahun.
Apabila dihitung-hitung, kenaikan volume deposito berjangka enam bulan tak akan lebih besar dari deposito berjangka tiga atau 24 bulan. Sampai pekan pertama Maret tahun itu, volume deposito enam bulan di pelbagai bank pemerintah tercatat hanya 1,3 persen dari jumlah total deposito atau cuma Rp 11,6 miliar. Dengan kenaikan bunga 1-2 persen, pemerintah menaksir tak akan ada tambahan beban operasional untuk biaya bunga.
Sementara itu, sampai akhir Maret tahun tersebut, jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat diperkirakan mencapai Rp 2,9 triliun. Sedangkan uang giral dalam bentuk dana di pelbagai bank berjumlah Rp 4,7 triliun. Lalu muncul isu pemerintah akan mendevaluasi rupiah, yang menyebabkan penarikan dana besar-besaran. Akibatnya, uang giral yang tersimpan di perbankan tergerus hingga Rp 500 miliar.
Direktur Utama Panin Bank Fuady Mourad menganalisis situasi ini tak terlalu mendesak bagi kenaikan suku bunga deposito di bank yang ia pimpin. “Kami tidak akan menaikkan suku bunga deposito lagi. Sebab, masih banyak dana rupiah masyarakat di bawah 'bantal',” ucapnya. Dana itu biasanya berbentuk emas, valuta asing, uang tunai, tanah, atau rumah.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Negara Indonesia Somala Wiria mengatakan banknya masih menghitung kenaikan suku bunga yang pas. Sebab, meski tak terlihat mencolok, kenaikan suku bunga deposito tetap akan berpengaruh terhadap pengeluaran biaya bunga untuk deposito. “Kami harus menghitung dengan cermat,” ujarnya.
Direktur Utama Bank Perniagaan Indonesia James Riady memiliki pendapat berbeda dengan bankir pada umumnya yang cenderung ragu terhadap keberhasilan upaya menarik investor dengan beleid ini. Menurut dia, tindakan pemerintah menaikkan suku bunga deposito enam bulan memang diperlukan untuk merangsang masyarakat agar mau menyimpan uang di bank. Karena itu, ia merasa wajar jika pemerintah akhirnya menaikkan suku bunga yang tak pernah naik sejak 1978 itu.
Namun kuda-kuda pemerintah ini dianggap kontradiktif. Sebab, pemerintah membatasi pagu pertumbuhan kredit. “Pemerintah harus bersikap agresif kalau ingin besar, jangan konservatif melulu,” kata seorang bankir kepada Tempo. Ia juga meminta pemerintah perlahan-lahan mengatasi kendala ini. Karena desakan inilah pemerintah akhirnya mengeluarkan paket deregulasi sektor moneter yang memberi bank kebebasan menetapkan suku bunga dan keleluasaan mengucurkan kredit.
Bukan apa-apa, perbankan juga mesti bersaing dengan instrumen investasi lain. Misalnya valuta asing berupa dolar Amerika Serikat yang pada tahun-tahun tersebut cenderung naik harganya. Ada pula obligasi dengan bunga sekitar 15,5 persen per tahun. “Makanya sulit bagi kami jika pertambahan kredit kami masih dibatasi,” tutur bankir tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo