Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Arthur dan yudi

Arthur tambunan akan mengadakan pameran ciptaan dari batik ke eropa. sementara itu prayudi dengan studio-i nya, bekerjasama dengan danarhadi berpameran di bali room hotel indonesia. (ils)

25 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BATIK-BATIK ciptaan Iwan Tirta, Hayadi, Ardyanto, Harry Soeharyo segera akan melancong ke Eropa melalui pameran pakaian ciptaan Artnur Tambunan. Artnur Tambunan International memang mempunyai cabangnya di Roma dan Amstelveen, satu bagian dari kota Amsterdam di negeri Belanda. Tamatan sekolah mode di Roma dengan nilai tertinggi ini, bebeberapa waktu sebelumnya terkenal dengan ciptaan-ciptaannya yang mengarah ke golongan mode atau baju yang cuma bisa dipakai oleh para peragawati atau bintang film. Akhir-akhir ini, Arthur tampak lebih mapan dalam ciptaannya. Batik Harry Soeharyo yang menggemari warna gambir dengan disain burung atau daun dari kain shantung, banyak mengilhami Arthur dengan rok-rok cocktail dua bagian, baju panjang gaya tunic atau model kimono. Batik Iwan yang anggun berlatar hitam dan disain apik kuning emas, tampak begitu Timur. Tekanan baju banyak dijatuhkan pada belahan rok sampai ke paha, drape belakang, dan kaftan-kaftan yang sedikit berbau Jepang, dengan lengan kimono, leher bentuk V tanpa kancing atau selerek (bahasa Sunda untuk ritsluiting). Baju-baju tersebut akan diberangkatkan bulan September ini disajikan untuk koleksi Arthur Tambunan 1977. Baju yang banyak dijatuhkan untuk musim semi atau panas nanti, juga membawakan bahan-bahan dalam negeri (Damatex) dengan nama eksotis seperti Capri, Montego, Casablanca. Warna polos ditekankan pada dua warna hitam dan putih. Biarpun pakaian mandi yang cuma terdiri dari dua potong keca (bikini), Arthur tidak melupakan gaya Timurnya, yaitu tutup kepala yang bisa juga dijadikan kain penutup perut. Baju berenang inilah yang telah diberi harga paling murah. Di bawah Rp 15.000 untuk bikini dan pelengkapnya. Jangan tanya harga baju yang lain. Namanya saja sudah ready to wear de luxe. Batik ciptaan orang yang sudah punya nama, kena gunting Arthur, harganya sudah pasti mewah pula. Apalagi untuk konsumsi luar negeri, biarpun beberapa nyonya yang ingin berbusana baik, pagi-pagi telah memborong beberapa potong. Arthur dengan organisasinya telah menciptakan pula pelengkap dari baju-baju tersebut, accessories. Dia rupanya kuat dalam kemauan dan keuangan. Dodot Ageng Perancang baju yang lain yang juga mendapat pendidikan luar negeri, Prayudi. Pernah sekolah mode di Jerman, Yudi tadinya bekerja sama dengan Taman Busana, butik dan sekaligus jual batik dan barang-barang antik. Akhir-akhir ini Yudi dengan Studio I-nya berkongsi dengan toko batik yang lagi laris, Danarhadi. Kalau Arthur dalam pamerannya yang lebih dahulu dari Yudi menekankan celana ciut di bawah dengan pergelangan kaki diperlihatkan (dan sepatu bertumit keca) seperti kini sedang jadi mode di Barat, Yudi tetap mempertahankan celana cutbrai dengan ujung masih menyapu lantai. Blus longgar sedengkul, topi dan selendang mengurai ke belakang, orang akan ingat stelan pramugari Air India. Setelah Yudi dan stafnya tengok sana-sini ke berbagai pusat mode di Barat, dia memutuskan bahwa warna untuk pertengahan tahun ini sampai tahun depan adalah warna-warna merah tegas, biru dan putih dan corak garis-garis. Dalam pameran yang berjudul Tema Utama 76 bulan lalu di Bali Room Hotel Indonesia, Danarhadi juga mengemukakan batik-batiknya yang bercorak kembang, garis-garis dan fauna sauna Indonesia. Sulit memang untuk menyebutkan milik patent batik si Anu, karena dunia batik Indonesia memang masih berbaur dengan jiplak menjiplak. Yudi seperti juga Arthur, menekankan belahan pada paha, punggung nyaris telanjang di samping ciptaan-ciptaan lainnya yang biasanya bergaya sportif, gaya kebiasaan Yudi. Pameran itu berbau Jawa dengan diawali sepasang pengantin dengan pakaian Dodot Ageng berikut gamelan kebo giro-nya. Kemudian ditutup pula dengan pakaian pengantin gaya baru. Diiringi oleh Song of Joy-nya Beethoven (petikan dari Symphonie ke-9) muncullah sepasang peragawan/wati dengan batik buatan Tegal yang semuanya berjumlah 40 meter. Pengantin pria mengenakan celana putih dan kemeja warna merah. Pengantin perempuan berbaju merah dan tutup kepala yang sama. Pengiring pengantin, juga motif yang sama model lain, merah. Ditambah dengan hiasan tombak dan burung sawah (blekok) yang berwarna kuning emas (bukan putih seperti aslinya), "kami mencoba mengetengahkan pakaian pengantin dengan warna yang menyala", ujar Syamsidar Isa, yang bekerja sama dengan Yudi. Siapa mau, silakan coba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus