BESOKNYA masyarakat Medan kaget setelah membaca sebuah berita di
beberapa surat kabar yang terbit pagi di kota itu. Subuh 6
Nopember 1975. R. Garnadi kedapatan mati terbunuh di dalam kamar
tidurnya di rumahnya di Jalan Tengku Cik Ditiro 3 Medan.
Pelakunya, menurut keterangan isterinya, 3 manusia tak dikenal.
Mereka memakai topeng. Isteri Garnadi pada subuh itu diancam
oleh tiga lelaki yang memasuki rumahnya, ingin memberi
pertolongan kepada suaminya. Tapi tiga manusia tadi segera
menyiramkan obat bius ke muka wanita tadi. Ia terjatuh. Pingsan.
Garnadi, wakil Kepala Pemasaran Pertamina Unit I yang berkantor
di Jalan Yos Sudarso itu kedapatan di lehernya kena cucuk benda
tajam. Ia dikebumikan di Ceribon, meninggalkan seorang isteri
dan 6 putera-puteri (TEMPO, 21 Pebruari 1976).
Setelah liku waktu berjalan agak cukup lama, sekarang, seperti
keterangan fihak kepolisian Komdak II Sumatera Utara, ketiga
pelaku pembunuhan sadis itu sudah ditangkap. Malah Rabu siang
minggu lalu rekonstruksi jalannya pembunuhan dilakonkan kembali
oleh pelaku tadi di Jalan Cik Ditiro 3 Medan. Rekonstruksi ini
selain diawasi oleh beberapa perwira kepolisian Komdak II
Sumatera Utara, juga tak ketinggalan Dantabes Medan dan
Sekitarnya, Letkol Darwo Sugondo dan wakilnya, Letkol drs. T.
Guntar Simanjuntak. Besoknya, 2 September Kadapol II Brigjen drs
Muryono Martosubroto memberikan keterangan pers mengenai kasus
pembunuhan itu. Tapi tak ada yang dapat disiarkan selain menurut
siaran pers yang sudah distensil dan dibagikan kepada para kuli
tinta itu.
Obeng
Jalannya rekonstruksi menarik juga. Selain ada larangan memotret
kepada wartawan pada beberapa bagian dan tempat di dalam rumah,
tentu saja masyarakat yang tahu segera berduyun ke Jalan Cik
Ditiro. Pengawalan cukup ketat. Yang ikut melakonkan
rekonstruksi itu hanya dua orang. Masing-masing RS (42 tahun)
yang menikam Garnadi dengan obeng besar, dan BH (37). Sedang PP
(37) dengan tangan diborgol, "disimpan" saja dalam mobil polisi
dan dimasukkan ke dalam garase mobil di rumah Garnadi yang sudah
lama dikosongkan keluarga almarhum itu.
Menurut Kadapol drs. Muryono, ketiga mereka ditangkap tidak
serempak. Ada yang pada 2 Austus di Medan, seorang lagi, RS,
pada 24 Agustus di Jakarta dan PP pada 27 Agustus ditangkap di
Medan. Dalam kasus pembunuhan Garnadi ini, "empat orang yang
terlibat", kata Brien Muryono. "Terhadap seorang yang sudah
diketahui identitasnya kini masih terus dilakukan pengejaran dan
pencarian". Atas berhasilnya usaha peringkusan ketiga orang yang
diduga berat terlibat pembunuhan itu, Kadapol memuji bawahannya
yang telah bekerja keras. "Anggota-anggota Satuan Reserse
Komtabes Medan dan Sekitarnya telah berhasil dengan gemilang
menangkap para pelaku pembunuhan tersebut", katanya. Sementara
itu ketika rekonstruksi berlangsung seorang perwira di Komtabes
201, MS, mengatakan atas keberhasilan itu mereka seperti "lebih
dari mendapat hadiah Undian Harapan". Soalnya mungkin lebih dari
itu. Polisi tak mau kehilangan muka terkicuh oleh tipu daya
tersangka pembunuh tadi, karena selama ini mereka berhasil
mengecoh si pencari mereka.
Brigjen Muryono Martosubroto mengatakan, ketiga pelaku tadi "di
dalam pemeriksaan telah mengakui segal& perbuatannya". Tapi ia
tak menjelaskan bagaimana nasib orang-orang yang selama ini
dicurigai dan diperiksa. Selama pembunuh-pembunuh itu belum
ditangkap tak kurang dari 25 orang telah diperiksa polisi. Di
antaranya 2 WNI yang tinggal di Jalan Sutomo dan Jalan Pandaan
Medan, yang menjadi agen besar Pertamina. Kabarnya nasib seorang
supir ada yang cukup parah. "Badannya sekarang ringsek", kata
sebuah sumber, "padahal setelah diperiksa kemudian dia
dilepaskan karena tak ada bukti dia terlibat". Kenapa Kadapol
tak mengung- kapkan soal ini dalam stensilan keterangan persnya
di Aula Kamtibmas Komdak II Kamis lalu itu, wallahu'alam.
Tapi kasus Garnadi masih tetap menarik untuk diikuti meski para
pembunuh yang disangka itu sekarang sudah dibekuk. Latar
belakangnya belum juga terungkap. Sehari sebelum ia mati dibunuh
Garnadi masih berada di Parapat membicarakan soal pemalsuan
minyak pelumas bersama polisi dan beberapa pimpinan PNP yang ada
di Sumatera Utara. Ia termasuk amat getol ingin mengungkapkan
skandal tersebut. Dan sebelum ke Parapat malah bersama Kadapol
ia masih membicarakan soal ini di Komdak II.
"Kesulitan menyidik kasus tersebut cukup banyak", kata Brigjen
Muryono. "Antara lain tak ditemukannya bukti-bukti yang berarti
di tempat kejadian, mengingat Tempat Kejadian Perkara (TKP)
telah terganggu keasliannya. Sebelum petugas-petugas Polri
datang ke tempat kejadian, telah masuk orang-orang yang tak
berkepentingan dan mengadakan perubahan-perubahan, antara lain
letak si korban". Kesulitan lain menurut Kadapol "satu-satunya
saksi adalah isteri si korban yang melihat kejadian tersebut
kurang dapat memberi keterangan-keterangan yang diharapkan
sehubungan dengan kondisi kesehatannya yang tidak baik". Ia baru
saja menjalani operasi.
Walaupun demikian, benarkah motivasi pembunuhan tersebut
bertolak dari usaha ingin merampok harta almarhum seperti
tersebar? Belum tentu. Karena pada malam kejadian itu kamar
almarhum sempat diobrak-abrik, termasuk laci meja kerjanya.
Tentu ada yang dicari. Selain mungkin ada menyangkut soal
pribadi, mungkin ada alibi lain? "Atau mungkin ada hubungan
dengan kedudukan dan jabatannya yaitu khususnya dalam rangka
ikut membongkar pemalsuan minyak pelumas", ucap Kadapol pula.
Upah Rp 15 Juta?
Berat dugaan pendapat memang ada ke sana. Apa lagi Garnadi masih
belum lama dimutasikan ke Medan, sementara skandal pemalsuan
pelumas di Medan konon sudah lama berjalan dan tenang-tenang
saja. Dan tiba-tiba setelah Garnadi muncul di Medan, dia
tahu-tahu sibuk ingin membongkarnya. Padahal dia orang dalam dan
punya kedudukan penting dalam tubuh Pemasaran Pertamina Unit I
itu.
Kalau ketiga tertuduh tadi diadili nanti dan mengaku bahwa
mereka cuma mau merampok, apakah bisa dipercaya. Benarkah di
antara mereka ada yang telah menerima Rp 15 juta sebagai
upahnya? Hebat juga otak sindikat ini, bah!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini