Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Tes Wawasan Kebangsaan KPK

Tes wawasan kebangsaan KPK membuat penyidik yang tak lolos seperti serdadu kalah perang. Bagaimana menyalurkan mereka?

18 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sedih melihat penyidik KPK yang meninggalkan gedung KPK seperti serdadu kalah perang.

  • Waspada setelah pandemi Covid berakhir.

Penyidik KPK

SEBAGAI orang tua yang independen, saya prihatin atas berlarut-larutnya kasus pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan. Sekarang persoalan tersebut berada di tangan Presiden karena Ombudsman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merekomendasikan keputusan terakhir mereka di tangan Joko Widodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ironis memang. Presiden yang sudah sibuk dengan tugas-tugasnya harus menangani persoalan kepegawaian. Terlepas dari kabar polemik yang telah tersebar di media, seharusnya kita menghargai kinerja mereka yang sudah ikut membantu memberantas korupsi di negeri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedih saya melihat foto di media pegawai yang telah berpuluh-puluh tahun mengabdi di kantor KPK seperti kalah perang, menjinjing ransel meninggalkan Gedung Merah Putih.

Ada tawaran mereka disalurkan ke badan usaha milik negara. Jika solusinya memang harus demikian, sebaiknya mereka bisa menerima karena pegawai BUMN pun profesi mulia. Mereka bisa ditempatkan di divisi pengawasan, yang bertugas menjaga BUMN dari koruptor-koruptor. Sebab, pengabdian kepada negara tidak hanya bisa dilakukan di KPK. Seperti komisioner KPK terdahulu, yang pernah disalurkan ke Pertamina.

Kita doakan semoga drama pegawai KPK di negeri ini berakhir dengan happy ending atau win-win solution.

Deny Suhartono
Mantan karyawan Pertamina


Normal Baru Setelah Pandemi

PANDEMI Covid-19 telah mengubah hidup kita. Puji syukur, jumlah infeksi di Indonesia terus menurun. Tapi penurunan ini jangan sampai membuat kita lengah karena virus corona hidup bersama kita. Kekebalan massal mungkin tercapai, tapi virus yang tak kasatmata akan selalu ada di sekitar kita. Maka kita harus waspada, bahkan jika kita sudah dinyatakan bebas dari pandemi.

Virus akan terus bermutasi dan mengancam kehidupan makhluk hidup. Sebab, begitulah siklus alam. Virus corona muncul, kata sejumlah penelitian, akibat rusaknya alam semesta. Habitat satwa yang rusak membuat virus menginvasi tubuh manusia, keluar dari tubuh satwa yang mati atau menderita karena hutannya berubah menjadi permukiman atau pertanian, atau menjadi tempat bermain manusia.

Maka, dalam normal baru setelah pandemi, kita akan masuk ke fase saat manusia harus senantiasa menerapkan protokol kesehatan. Orang Jepang selalu memakai masker dan terbiasa dengan hal itu karena udara yang tidak bersih akibat industrialisasi pada 1960-an. Keadaan lingkungan memaksa orang Jepang berdamai dengan semesta dengan menyiapkan proteksi diri.

Ada berita kemenangan gugatan atas penanganan pencemaran udara di Jakarta. Kita bergembira. Tapi ini ironis juga karena hak hidup paling dasar manusia harus kita dapatkan melalui mekanisme pengadilan. Semoga putusan ini makin menyadarkan kita bahwa kesehatan adalah hak setiap orang yang harus dipenuhi negara dan diwujudkan oleh pemerintah.

Karena itu, untuk mencegah pandemi, perlindungan lingkungan menjadi yang utama. Proteksi diri adalah pendukungnya. Kita mesti menengok kembali arah pembangunan yang tak sejalan dengan perlindungan lingkungan. Sebab, rusaknya alam raya menyebabkan berbagai bencana. Semoga kita selalu terhindar dari marabahaya.

Rayyana
Bogor, Jawa Barat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus