TIDAK banyak gedung yang baru. Sehingga, boleh dibilang, sebagian besar bangunan untuk Olimpiade '84 itu merupakan gedung bekas pesta olah raga serupa yang pernah diadakan di kota itu 52 tahun yang lalu. Karena itu, Bambang Harymurti, wartawan TEMPO Yan dikirim ke Los Angeles untuk melaporkan persiapan Olimpiade yang akan dimulai Sabtu pekan ini tak mendapat kesan luar biasa. "Tidak mencengangkan. Stadion Senayan lebih megah daripada stadion Los Angeles," katanya. Hanya, yang menarik, kata Bambang, yang sempat berkeliling ke gedung-gedung olah raga yang tersebar di beberapa bagian kota, bangunan-bangunan lama itu tetap terawat baik. Namun, yang membuat Olimpiade menarik diberitakan bukan melulu karena peristiwa olah raanya. Pesta atlet yang berlangsung setiap empat tahun sekali itu tidak jarang dibumbui berita non-olah raga. Politik, misalnya dalam Olimpiade akhir-akhir ini, lebih sering muncul. Pertimbangan kehangatan berita serupa ini pernah menyebabkan TEMPO menurunkan laporan utama Olimpiade Moskow, 1980, sampai dua kali ketika pesta olah raga itu diboikot Amerika Serikat, dan hampir 50 negara yang mendukungnya. Maka, kali ini pun pertlmbangan yang serupa menjadi alasan kenapa Olimpiade Los Angeles kami jadikan laporan utama. Bambang sendiri bukan orang pertama yang dikirim TEMPO untuk meliput Olimpiade. Lukman Setiawan, ketika berlangsung Olimpiade di Montreal, Kanada, 1976, ditugasi meliput peristiwa besar itu, dan menurunkan laporan utama pertama di TEMPO tentang Olimpiade. Dalam umur TEMPO waktu itu yang masih lima tahun, mengirimkan wartawannya ke sebuah pesta olah raga tingkat dunia, selain masih terasa mewah, juga bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, selain dana terbatas fasilitas yang dimiliki, untuk menerima kiriman berita, kurang memadai. Teleks belum dimiliki, sementara kantor telepon belum punya saluran untuk menerima kiriman dari luar negeri sebanyak aman Palapa ini. Lukman, selain harus mengejar berita, juga harus mengejar pesawat untuk mengirimkan laporannya (di samping mengejar angka aerobiknya waktu lari pagi). Celakanya, karena tidak ada pesawat yang langsung ke Jakarta, waktu itu laporan dan foto dikirim beranting melalui pilot yang satu ke pilot lain yang akhirnya melalui rute Jakarta. Kini, pengalaman Lukman, yang telah lebih dari 12 tahun menjadi wartawan olah raga, tentu tidak terjadi lagi. TEMPO kini sudah lebih siap, jua berkat hasil pembangunan telekomunikasi. Bambang Harimurty, sarjana ITB jurusan elektro, generasi baru wartawan TEMPO, pun tak perlu terlalu repot dengan perkembangan teknologi yang menakjubkan kini. Laporannya, buat penyajian nomor Ini, tak perlu lagi dikirim beranting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini