Saya merasa terenyuh membaca tulisan Ingin Lancar Tembak Saja (TEMPO, 9 April, Ekonomi & Bisnis), halaman 90. Soalnya, saya merasa kasihan kepada keluarga mereka yang tak tahu-menahu, tapi harus menerima vonis ini yang belum tentu kebenarannya. Mengapa kita selalu menimpakan semua dosa jasa di pelabuhan kepada oknum-oknum Bea & Cukai? Padahal di pelabuhan banyak lagi instansi yang terkait untuk flow of goods, kelancaran arus barang? Menurut saya, yang sejak 1957 berkecimpung di pelabuhan di negeri ini, Bea & Cukai adalah soko guru dari pengusaha EMKL atau importir, bukan oknum yang harus kita musuhi atau caci maki. Sebagai pengusaha EMKL atau importir, marilah kita coba introspeksi diri sendiri: bukan tak mungkin ada EMKL atau importir yang mengada-ada, seolah-olah ada pungli, sehingga cost fee dinaikkan untuk keuntungan pribadi. Kasarnya, jangan cari makan di atas perut orang lain. Kesimpulan saya, selaku cargo owner (pemilik barang), importir dan EMKL milik sendiri dapat merasakan bahwa pada periode saat ini, Bea & Cukai adalah yang terbaik dari hari kemarin. Pada saat ini, saya merasakan, barang-barang lancar uitklaring-nya asal pemberitahuan benar (clean document). Sekarang ini, birokrasi sudah tak terlalu banyak lagi, bahkan sudah tercipta di pelabuhan "spesialisasi". Yang masih membingungkan, semakin banyak Chong Ti Pau alias tukang minta uang. Bila dikasih selalu mengeluh: kurang banyak. Selamat, Pak Dirjen, juga jajaran Bea & Cukai, Anda sudah bertambah baik dari kemarin. H. KASIM JACOEB Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini