Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, DPR menggunakan hak angket untuk memaksa KPK membuka rekaman penyidikan Miryam S. Haryani?
|
||
Ya | ||
21,8% | 293 | |
Tidak Tahu | ||
11,7% | 11,7% | |
Tidak | ||
66,5% | 891 | |
Total | (100%) | 1.341 |
PENOLAKAN masyarakat terhadap rencana hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir. Para akademikus dan aktivis antikorupsi juga mengecam sikap DPR yang memaksa meloloskan usul hak angket. Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Mahfud Md. menilai pengajuan hak angket itu merupakan langkah yang tidak sah secara yuridis. Musababnya, Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD menyatakan DPR hanya boleh melakukan hak angket kepada lembaga pemerintah. "Padahal KPK bukan lembaga pemerintah," katanya pada 2 Mei lalu. Mahfud meminta DPR tidak melanjutkan hak angket tersebut. Hak angket pertama kali bergulir dalam rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi Hukum DPR pada 19 April 2017. Saat itu, Komisi Hukum meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani dalam kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). KPK menolak karena rekaman itu merupakan bagian dari materi pemeriksaan yang hanya bisa dibuka di pengadilan. Penolakan itu membuat Komisi Hukum meradang, sehingga menggulirkan hak angket. Rapat paripurna DPR menyetujui usul itu dan selanjutnya akan membawanya ke pembahasan di panitia khusus. Rapat sempat ricuh dan penuh interupsi karena sebagian peserta menyatakan tidak setuju. Namun pemimpin sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, tetap mengetuk palu tanda menyetujui hak angket. Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyatakan DPR telah menggunakan hak angket secara tidak benar. "Serampangan," ujarnya. Perbaikan terhadap kesalahan dari hasil sidang paripurna itu, kata dia, hanya bisa dilakukan oleh kalangan internal DPR. Mekanisme untuk membatalkan paripurna adalah melalui sidang paripurna lainnya. Karena itu, dia menuturkan, masih ada kesempatan untuk menggagalkan hak angket tersebut. Sejumlah aktivis antikorupsi pun telah menggalang dukungan melawan hak angket. Salah satunya melalui situs Change.org. Sudah ada lebih dari 20 ribu penanda tangan petisi dukungan terhadap KPK. Hasil jajak pendapat di Tempo.co menunjukkan mayoritas pembaca tidak setuju jika DPR menggunakan hak angket untuk memaksa KPK membuka rekaman penyidikan Miryam. S. Haryani.l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 13 Mei 2017 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |