Sungguh memprihatinkan. Pemberian bonus kepada atlet PON XIII 1993 yang berprestasi menimbulkan kericuhan. Apalagi yang mempersoalkannya adalah para tokoh olahraga yang cukup punya nama. Mereka mengatakan, memberikan bonus kepada atlet yang berprestasi akan menimbulkan kecemburuan. Dan mereka memberikan perbandingannya dengan saat mereka menjadi atlet. Perkara pemberian bonus memang belum ada di PON sebelumnya. Tapi kita harus melihat perkembangan ekonomi yang terjadi di negeri kita ini. Bagaimana keadaan perekonomian kita pada masa bapak-bapak itu mengikuti PON? Waktu itu tidak terlintas, bahkan tidak mungkin, baik di lingkup daerah maupun nasional, memberikan bonus terhadap atlet pahlawan mereka. Pemberian bonus terlintas dan terpikirkan setelah bangsa Indonesia menginjak PJPT II. Ini menunjukkan perekonomian bangsa Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang dengan baik. Karena itu, soal pemberian bonus saya anggap wajar dan positif. Mengapa? Bonus, menurut saya, merangsang atlet untuk berprestasi secara maksimal. Dengan berprestasi maksimal, ia dengan sendirinya akan menjadi duta nasional untuk berlaga di forum internasional. Jadi, dengan berpandangan dan berwawasan nasional, saya rasa kita tak perlu merasa cemburu dan iri hati. Kalau kericuhan itu masih tetap terjadi, saya mengusulkan kepada para donatur bonus PON, sebaiknya soal bonus tak usah diberitakan atau digembar-gemborkan. Kalau perlu, ikuti pepatah: ''Memberi dengan tangan kanan, tangan kiri jangan sampai tahu''. Yang kedua, bagaimana bila Panitia PON mendirikan atau membentuk semacam yayasan bonus PON? Yayasan itu menampung bonus dari beberapa daerah, untuk disimpan. Kemudian, pada saat PON diselenggarakan, berikan bonus itu kepada atlet yang berprestasi secara merata dan adil. Dan untuk merata dan adil ini perlu ditentukan kriterianya. Kriterianya tentu berdasarkan kriteria beregu atau perorangan. Bonusnya pun harus berbeda antara beregu dan perorangan. Yayasan ini tentunya berbeda dengan yayasan SDSB meskipun sama- sama untuk olahraga. Pengelola yayasan janganlah orang yang sudah memegang jabatan di tempat lain. RAHINO RIYADI, S.TH. Solo, Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini