Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Caping Pamit
CATATAN Pinggir adalah rubrik pertama yang saya baca ketika membuka majalah Tempo. Setelah itu, baru saya baca daftar isi, rubrik Laporan Utama, dan seterusnya. Pada Tempo edisi 6 Maret 2023, redaksi menulis di Surat dari Redaksi tentang mundurnya Goenawan Mohamad dari menulis Catatan Pinggir yang muncul tiap pekan. Ini mengagetkan saya. Akan ada penulis-penulis baru yang akan menggantikannya. Saya percaya bahwa pengganti-pengganti itu punya kapabilitas masing-masing, tapi “roh” Goenawan Mohamad yang selama ini identik dengan Tempo akan ikut sirna. Barangkali Mas Goen—sapaan akrab Goenawan Mohamad—saat ini akan lebih sibuk dengan coretan di kanvas. Saya pribadi berharap, meskipun sibuk melukis, sekali-kali ia sempatkan pula menulis Catatan Pinggir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhisom Setiaki
Temanggung, Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terima kasih, Pak Muhisom. Goenawan Mohamad tetap akan menulis Catatan Pinggir. Hanya tidak rutin setiap pekan.
Depo BBM Pertamina Plumpang
SAYA ikut berdukacita atas jatuhnya korban meninggal dan luka-luka pada peristiwa kebakaran depo bahan bakar minyak (BBM) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara. Hiruk-pikuk tentang peristiwa musibah kebakaran tersebut telah menyita perhatian publik serta pemimpin dan elite politik di negeri ini. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dan Direktur Utama Pertamina sepakat dengan arahan Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk memindahkan depo tersebut ke lahan reklamasi PT Pelindo di Kalibaru, Tanjung Priok.
Adapun Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan tegas mengungkapkan seharusnya masyarakat yang tinggal di buffer zone dipindahkan. Sudah barang tentu mereka mendapat kompensasi dari pemerintah. Sebagai mantan karyawan Pertamina, saya sependapat dengan Menteri Luhut. Bisa saya sampaikan di sini bahwa banyak bidang lahan Pertamina yang diduduki secara ilegal oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Misalnya lahan di sekitar Kompleks Pertamina Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, yang mulai diduduki oleh sekelompok yang tak bertanggung jawab dengan membuat permukiman liar dan beraktivitas mengganggu warga kompleks.
Walaupun warga perumahan sudah berulang kali melaporkan hal ini ke Pertamina, Pertamina masih kurang serius menanggapinya. Kami hanya khawatir hal ini akan menjadi masalah di kemudian hari.
Drs Deniarto Suhartono, MBA
Mantan karyawan Pertamina
Pemilu 2024
JIKA mengambil pelajaran dari pemilihan presiden 2014 dan 2019, kita semua tentu berharap akan ada tiga atau empat calon pasangan presiden-wakil presiden yang berkompetisi dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Namun beberapa partai politik besar tidak punya calon yang memiliki daya jual kuat dan tidak mempunyai keberanian mengajukan calon dari kader sendiri. Mereka ingin bermain secara aman menggunakan jalan pintas dengan mendekati calon-calon potensial dari luar partai. Bahkan partai yang sudah mendeklarasikan seorang bakal calon presiden juga tidak mengajukan kader dari partai mereka sendiri.
Selama partai-partai terus berpikir seperti pedagang karena takut menanggung kerugian apabila calon presiden dari kader sendiri kalah, demokrasi di Indonesia masih jalan di tempat. Mereka tidak akan pernah menjadi dewasa. Apalagi semua partai di Indonesia praktis sudah pernah mengalami konflik internal. Para tokohnya saling jegal untuk bisa menggenggam kekuasaan partai. Bahkan ada beberapa tokoh utama yang merupakan motor pendiri partai juga terpaksa hengkang karena disingkirkan, baik secara halus maupun kasar. Karena itu, banyak partai yang habis waktunya untuk berkonsolidasi tanpa mempunyai kesempatan mendidik dan membentuk kader potensial yang bisa diharapkan menjadi pemimpin masa depan.
Sudah hampir 78 tahun Indonesia merdeka, kenapa partai-partai belum bisa sepenuhnya berpihak kepada rakyat yang sejatinya adalah pemilik kedaulatan tertinggi di negeri ini? Apabila ada banyak pasangan calon presiden-wakil presiden, rakyat akan mempunyai banyak pilihan. Soal kalah atau menang, itu memang risiko politik. Yang paling penting, rakyat Indonesia tidak lagi disuguhi drama seperti dalam Pemilihan Umum 2014 dan 2019. Para elite politik harus sadar, karena tanpa rakyat, tidak ada partai politik. Berikan empati kepada rakyat yang sebagian besar masih berjuang untuk hidup layak.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo