ADA taman beruuran 1,5 x 2 meter, berisi pohon pinus kecil,
pohon cabai merah, sawi dan sayuran lain serta rumput. Taman
mungil, dikelilingi oleh pagar bambu, dilengkapi pula dengan
kolam cilik yang airnya mengalir berkat bantuan listrik. Taman
tersebut ciptaan Djunaedi, penjual batu alam dan tanaman hias di
trotoar Jalan Gatot Subroto, tampak cantik, serasi dan praktis.
Penonton berjubel, di depan taman Djunaedi, di Pameran Taman dan
Tanaman dasar Seni Ancol selama 10 hari sejak 27 Juni lalu.
Pameran itu sendiri bukan yang pertama diadakan oleh Pasar Seni
Ancol. Tapi khusus untuk taman mini (taman halaman, terarium
atau taman dalam kaca), taman miniatur dalam suatu wadah dan
tanaman gantung ini lebih menarik banyak pengunjung. Sebab
pameran kali ini memang memenuhi selera penduduk Jakarta yang
seharian besar rumahnya berpekar angan ke bahkan banyak yang
tidak mempunyai pekarangan sama sekali.
Demam Kaktus
"Sebuah taman yang baik tak perlu biaya mahal," kata Suluh
Darmadji, Humas Proyek Ancol, "asal diatur dengan baik." Karena
itu, munculnya pohon cabai merah atau terung ungu, banyak
menarik perhatian. Apalagi penyelenggara Proyek Ancol, Dinas
Pertamanan DKI, Rukun Wartawati Jakarta dan Pencinta Taman dan
Tanaman Jakarta menyesuaikan tujuan pameran dengan program
pemerintah: nasalah lingkungan perumahan murah.
Menteri Muda Uusan Perumahan Rakyat, Cosmas Batuara, dalam
pembukaan pameran meyatakan hampir 80% penduduk Jakarta hanya
mampu membeli rumah jenis, sederhana. Yaitu rumah yang hanya
memiliki luas tanah antara 60 mÿFD sampai 12- mÿFD. Itu pun yang
tersisa untuk pikarangan tinggal beberapa meter saja.
Bagaimana pun sebuah taman, tentu memerlukan uang. Darmadji
menyebutkan Rp 50.000 untuk sebuah taman yang apik. Sedangkan
Djunaedi, yang melengkapi tamannya dengan kolam, memasang harga
Rp 250.000. Mengapa mahal? Kata Djunaedi kalem "Iya, seperti
lukisan, yang mahal 'kan yang bagus." Buktinya ada juga
pemesannya. Sebelum pameran usai ada 4 orang nenghendaki taman
Djunaedi.
Rupanya itulah "harga" sebuah taman yang dirancang dan dibikin
oleh seseorang perancang. Bahkan Zakwan penjual tanaman kaki
lima di trotoar depan Stasiun TVRI Senayan, berani memasang
harga mulai dari Rp 200.000 sampai jutaan rupiah. Zakuan, yang
mengaku buta huruf pernah menjual pohon sikas yang oleh seorang
arsitek ditanam di rumah Presiden Soeharto. Pohon kecil sejenis
pakis yang langka yang oleh tukang tanaman disebut sikas itu
dijualnya seharga Rp 155.000.
Pohon hias mempunyai modenya sendiri. Sebelum 1965 pohon
bugenvil dua warna. Kemudian pohon pinang merah, yang banyak
terdapat di pegunungan atau rawa, harganya melambung. Kini orang
lagi demam kaktus. Dan pameran taman mungil di Ancol belakangan
ini juga menampilkan kaktus dengan harga dari Rp 5.000 sampai Rp
75.000 Tapi yang menarik pengunjung justru pameran taman-taman
rumah.
Gratis
Jakarta memang dilanda demam taman. Lima tahun terakhir ibukota
memang lebih hijau dengan taman-taman umum. Taman, seperti kata
II.A. Djaelani, Kepala Dinas Pertamanan DKI Jaya, diperlukan
penduduk Jakarta yang membutuhkan udara segar. Untuk itu
pedagang kaki lima yang direstui adalah penjaja tanaman Secara
tidak langsung hal itu boleh ikut membantu memperhijau Jakarta
--yang telah ditanami 520.000 batang pohon besar sejak 1970.
Dinas Pertamanan juga telah menyelenggarakan "kursus pertamanan"
gratis. Lama kursus 2 « bulan dan kini telah memasuki angkatan
ketujuh. Karena banyaknya peminat, kursus dibatasi sampai 100
pengikut saja. "Peminat taman meningkat terus," kata Djaelani.
Dan dari peserta kursus kemudian dibentuk kelompok-kelompok
pencinta taman dan tanaman.
Mungkin karena ada demam taman itulah Time Life Books mengadakan
sayembara Maket Taman 1980. Peminatnya Jauh diluar
dugaan--scdikit sekali. "Sasaran kami, mahasiswa arsitektur,"
kata Dalian B. Lubis, salah seorang panitia. Banyak mahasiswa
yang sibuk ujian sehingga peserta perlombaan hanya 4 orang. Dan
tak satu pun di antara peserta yang menang. "Tapi itu bukan
herarti minat bertaman berkurang -kami cuma salah menghitung
waktu,' kata Dalian Lubis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini