Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Di Jakarta, Mari Bertaman

Pameran taman & tanaman di pasar seni ancol. ada demam taman di jakarta. jakarta lebih hijau dengan banyaknya taman. ada pula kursus pertamanan gratis.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA taman beruuran 1,5 x 2 meter, berisi pohon pinus kecil, pohon cabai merah, sawi dan sayuran lain serta rumput. Taman mungil, dikelilingi oleh pagar bambu, dilengkapi pula dengan kolam cilik yang airnya mengalir berkat bantuan listrik. Taman tersebut ciptaan Djunaedi, penjual batu alam dan tanaman hias di trotoar Jalan Gatot Subroto, tampak cantik, serasi dan praktis. Penonton berjubel, di depan taman Djunaedi, di Pameran Taman dan Tanaman dasar Seni Ancol selama 10 hari sejak 27 Juni lalu. Pameran itu sendiri bukan yang pertama diadakan oleh Pasar Seni Ancol. Tapi khusus untuk taman mini (taman halaman, terarium atau taman dalam kaca), taman miniatur dalam suatu wadah dan tanaman gantung ini lebih menarik banyak pengunjung. Sebab pameran kali ini memang memenuhi selera penduduk Jakarta yang seharian besar rumahnya berpekar angan ke bahkan banyak yang tidak mempunyai pekarangan sama sekali. Demam Kaktus "Sebuah taman yang baik tak perlu biaya mahal," kata Suluh Darmadji, Humas Proyek Ancol, "asal diatur dengan baik." Karena itu, munculnya pohon cabai merah atau terung ungu, banyak menarik perhatian. Apalagi penyelenggara Proyek Ancol, Dinas Pertamanan DKI, Rukun Wartawati Jakarta dan Pencinta Taman dan Tanaman Jakarta menyesuaikan tujuan pameran dengan program pemerintah: nasalah lingkungan perumahan murah. Menteri Muda Uusan Perumahan Rakyat, Cosmas Batuara, dalam pembukaan pameran meyatakan hampir 80% penduduk Jakarta hanya mampu membeli rumah jenis, sederhana. Yaitu rumah yang hanya memiliki luas tanah antara 60 mÿFD sampai 12- mÿFD. Itu pun yang tersisa untuk pikarangan tinggal beberapa meter saja. Bagaimana pun sebuah taman, tentu memerlukan uang. Darmadji menyebutkan Rp 50.000 untuk sebuah taman yang apik. Sedangkan Djunaedi, yang melengkapi tamannya dengan kolam, memasang harga Rp 250.000. Mengapa mahal? Kata Djunaedi kalem "Iya, seperti lukisan, yang mahal 'kan yang bagus." Buktinya ada juga pemesannya. Sebelum pameran usai ada 4 orang nenghendaki taman Djunaedi. Rupanya itulah "harga" sebuah taman yang dirancang dan dibikin oleh seseorang perancang. Bahkan Zakwan penjual tanaman kaki lima di trotoar depan Stasiun TVRI Senayan, berani memasang harga mulai dari Rp 200.000 sampai jutaan rupiah. Zakuan, yang mengaku buta huruf pernah menjual pohon sikas yang oleh seorang arsitek ditanam di rumah Presiden Soeharto. Pohon kecil sejenis pakis yang langka yang oleh tukang tanaman disebut sikas itu dijualnya seharga Rp 155.000. Pohon hias mempunyai modenya sendiri. Sebelum 1965 pohon bugenvil dua warna. Kemudian pohon pinang merah, yang banyak terdapat di pegunungan atau rawa, harganya melambung. Kini orang lagi demam kaktus. Dan pameran taman mungil di Ancol belakangan ini juga menampilkan kaktus dengan harga dari Rp 5.000 sampai Rp 75.000 Tapi yang menarik pengunjung justru pameran taman-taman rumah. Gratis Jakarta memang dilanda demam taman. Lima tahun terakhir ibukota memang lebih hijau dengan taman-taman umum. Taman, seperti kata II.A. Djaelani, Kepala Dinas Pertamanan DKI Jaya, diperlukan penduduk Jakarta yang membutuhkan udara segar. Untuk itu pedagang kaki lima yang direstui adalah penjaja tanaman Secara tidak langsung hal itu boleh ikut membantu memperhijau Jakarta --yang telah ditanami 520.000 batang pohon besar sejak 1970. Dinas Pertamanan juga telah menyelenggarakan "kursus pertamanan" gratis. Lama kursus 2 « bulan dan kini telah memasuki angkatan ketujuh. Karena banyaknya peminat, kursus dibatasi sampai 100 pengikut saja. "Peminat taman meningkat terus," kata Djaelani. Dan dari peserta kursus kemudian dibentuk kelompok-kelompok pencinta taman dan tanaman. Mungkin karena ada demam taman itulah Time Life Books mengadakan sayembara Maket Taman 1980. Peminatnya Jauh diluar dugaan--scdikit sekali. "Sasaran kami, mahasiswa arsitektur," kata Dalian B. Lubis, salah seorang panitia. Banyak mahasiswa yang sibuk ujian sehingga peserta perlombaan hanya 4 orang. Dan tak satu pun di antara peserta yang menang. "Tapi itu bukan herarti minat bertaman berkurang -kami cuma salah menghitung waktu,' kata Dalian Lubis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus