Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Dialog Partai Politik

6 Juni 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SABTU, 29 Mei 1999, saya menghadiri acara Dialog Partai Politik tentang Permasalahan HIV/AIDS, yang diselenggarakan oleh Masyarakat Peduli AIDS Indonesia (MPAI) di Aula FKUI Salemba, Jakarta. Dialog itu dihadiri oleh wakil dari 10 partai politik: PNI, PADI, PAN, PBB, PK, PDR, PNBI, PBI, Partai Pilihan Rakyat, dan Masyumi.

Ada empat isu yang diangkat oleh panitia: pandangan parpol mengenai pendidikan kesehatan reproduksi, seks di sekolah, pembahasan masalah kondom, efektivitas penutupan lokalisasi, dan sikap diskriminatif terhadap ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Menurut saya, hasil diskusi ini amatlah memprihatinkan. Ada beberapa hal yang menjadi pengamatan saya:

Dalam pembahasan tentang HIV/AIDS, ternyata ada kecenderungan parpol bersikap konservatif dan "ikut arus". Sama sekali tidak tercermin adanya sikap pembaruan dalam menanggulangi masalah kesehatan ini, padahal istilah reformasi selalu didengung-dengungkan.

Ternyata parpol-parpol kita belum siap memikirkan isu HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi secara khusus. Ada parpol yang berapologi dengan mengatakan masih banyak prioritas lain yang selama ini perlu diperhatikan bahkan ada parpol yang dengan gamblang mengatakan bahwa prioritas mereka adalah ekonomi bangsa, kendati semua orang menggunakan istilah "semua permasalahan ini kompleks". Padahal, dalam mengatur negara, parpol seyogianya menyadari bahwa semua masalah yang menyangkut warga negara itu penting. Apalagi bagi peserta dialog parpol mengenai HIV/AIDS, tentu prioritasnya adalah HIV/IDS dan seputar permasalahannya.

Hal yang paling membuat saya kecewa adalah sikap wakil parpol yang hadir ini senang menggunakan istilah "mereka" untuk menjelaskan remaja, pekerja seks, ODHA, atau anak-anak jalanan. Seakan mereka itu berbeda dengan "masyarakat". Para wakil parpol ternyata lengah bahwa yang disebut "mereka" itu adalah orang yang hadir pada acara tersebut. Kalau parpol itu memang ingin mengambil simpati dari segenap lapisan masyarakat, seyogianya mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berdialog dengan remaja, ODHA, pekerja seks, atau kelompok marginal lainnya yang hadir pada acara dialog itu.

Bukankah kelompok marginal ini ingin berkata, "Mbok ya kita sekali-sekali didengerin.."? Kenyataan itu juga bisa menjadi pelajaran bagi kita yang bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS, kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan kelompok-kelompok marginal, bahwa perlu upaya lebih keras untuk menyampaikan informasi kepada para wakil parpol. Sebab, tampak sekali bahwa mereka kurang mengetahui persoalan tentang HIV/AIDS.

Hal ini memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena mungkin kita yang ada di lembaga-lembaga inilah yang kurang gencar menyampaikan informasi sehingga tantangan kita berikutnya menysusun "program pendidikan (atau kalau mungkin study tour ke lokalisasi?)" bagi mereka yang konon akan mengatur negara kita nantinya.

Sayang sekali, parpol-parpol yang relatif besar seperti PDI Perjuangan, Golkar, PKB, dan PKP, atau parpol yang punya program bagi kelompok-kelompok marginal seperti PRD tidak mengirim wakilnya. Padahal kami juga ingin mengetahui pandangan mereka terhadap isu HIV/AIDS.

DANNY I. YATIM
Relawan AIDS Yayasan Mitra Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum