Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BIAS reformasi ternyata memberikan perubahan yang sarat dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Perubahan dahsyat itu melahirkan sikap euforia yang dulu kita rasakan dalam dinamika kehidupan sosial. Demikian pula dengan komunitas ulama. Dahulu kala keberadaannya lebih dominan untuk memfokuskan diri dengan masyarakat dalam upaya mengemban misi umat, guna menjaga amar makruf nahi mungkar, tapi kini mulai bergeser bersama dengan angin politik. Ulama seakan berada dalam sebuah dilema psikologis apakah harus tetap memosisikan diri berada di tengah umat atau ikut aktif dalam partai politik yang menjamur saat ini. Sebab, parpol pun saat ini memiliki kepentingan terhadap ulama dalam upaya memperoleh dukungan massanya dengan karisma yang dimiliki ulama.
Keikutsertaan seorang ulama dalam sebuah parpol sah-sah saja dan merupakan hak individu sebagai warga negara. Namun, dari segi aspek psikologi sosial, ada tuntutan moral agar ulama selalu dalam posisi netral. Artinya, ulama sebagai figur pemimpin nonformal di masyarakat seyogianya tidak terkotak-kotak pada sebuah partai. Sebab, apabila terjadi pengkotak-kotakan, pada akhirnya akan lahir kebingungan-kebingungan arus bawah.
ABDUL GHAFUR
Ponpes Raudlatul Ulum 1
Ganjaran, Gondanglegi, Malang
Jawa Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo