NAMA Bob Geldof, pemusik rock asal Inggris itu, sejak pekan lalu mencuat menjadi bintang pemberitaan pers di sini. Ia, melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, Senin pekan lalu, menyampaikan protes keras karena rekaman konser kemanusiaannya untuk membantu korban kelaparan di Etiopia serta-merta dibajak dan diperdagangkan di Indonesia. Koresponden kami sempat mewawancarainya setelah Bob pulang dari KBRI di Inggris itu. Dalam nomor ini, kami menampilkan lagi kelanjutan protes Bob Geldof mengenai soal pembajakan, terutama rekaman eks luar negeri di Indonesia. Kami, sekali lagi, menugasi koresponden TEMPO di Inggris untuk mewawancarai Bob. Dengan senang hati, Bob, yang baru kembali dari luar kota London Sabtu siang lalu waktu di sana, bersedia menjawab sejumlah pertanyaan TEMPO, dan mengungkapkan ancamannya lebih lanjut bila protesnya tidak digubris. Di Jakarta, di samping bahan laporan yang dikumpulkan sejumlah wartawan, Laporan Utama ini ditulis oleh dua orang "bintang": James dan Jim. James R. Lapian, sebelum bergabung dengan kami sebagai reporter 1983, dikenal sebagai bintang layar putih dan panggung. Di dunia film, James pernah membintangi tujuh judul. Tiga di antaranya, ia memegang peran utama, yaitu dalam film Koboi Sutra Ungu, Orang-orang Sinting, dan Manis-manis Sombong. James, yang sejak enam bulan lalu bertugas sebagai staf operasional Koordinator Reportase, sebelumnya juga akrab dengan dunia musik. Bersama group-nya, Pancaran Sinar Petromaks (PSP), James dengan bass betotnya memang sering manggung. Paling tidak, dengan bekal kemampuan main musik sebagai pemain orgel gereja, ia memperkuat PSP sejak 1978 dan berhasil menyelesaikan rekaman, sedikitnya lima album. Lewat lagunya yang sempat beken, seperti My Bonnie atau Kidung, James dan kawan-kawannya dari PSP mengaku tidak pernah membajak. "Itu cuma bongkar pasang," kata James yang kini masih menunggu ujian akhir sarjana FISIP UI itu. Sedang Jim Supangkat, penulis bagian pertama Laporan Utama kali ini, adalah sarjana Seni Rupa ITB yang lulus 1975. Pertengahan tahun 1970-an ia memprakarsai pergelaran musik jazz. Ia berhasil mempertemukan banyak "suhu" jazz, seperti Jack Lesmana, Eddy Karamoy, Buby Chen, Maryono, Elfa Secoria, dan sederet orang mudanya di panggung ITB ketika itu. Sebelum bergabung dengan TEMPO, 1984, Jim lebih dikenal sebagai dedengkot gerakan seni rupa baru. Puluhan karya diciptakan, termasuk di antaranya Crucifix - disimpan di Museum Fatahillah Jakarta, dan bentuk salib lainnya seperti yang kini dipasang di dalam gereja Katolik Buah Batu Bandung. Di TEMPO, Jim - yang berjanggut lebat seperti dr. Gunawan Simon yang "diadili" itu - menjadi penanggung jawab rubrik Kesehatan, Selingan, dan Ilmu & Teknologi. Nama Jim, kebetulan, belakangan kelihatan banyak tampil di halaman majalah TEMPO, sebagai penulis. Sesekali ia menulis juga untuk arsitektur, seni, dan musik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini