SEJAK kawasan Batam dijadikan daerah industri dan perdagangan, 1973, kini wilayah yang berada di Riau kepulauan itu sering menjadi berita. Lebih-lebih setelah lima tahun kemudian Presiden Soeharto menetapkan Batam sebagai kawasan berikat, dengan Menteri Habibie sebagai ketua otoritanya. Karena itu, tak heran bila ada impian untuk menjadikan Batam sebagai Singapura kedua di Asia Tenggara. Perkembangan Batam memang sangat pesat. Karena itu, sudah lama kami merencanakan menempatkan wartawan di sana, dan menjadikan Batam sebagai wilayah liputan tersendiri. Batam memang punya potensi berita, dan itu ditunjukkan oleh wartawan kami Bambang Aji Setyadi, setelah selama tiga bulan sejak Oktober 1992 ditempatkan di Batam. Berita tentang ekonomi dan bisnis banyak muncul dari wilayah ini, dan seiring dengan itu pula berita kriminalitas pun tak kalah banyak. Bambang Aji, yang sudah terbiasa meliput berita ekonomi dan bisnis, dapat merasakan langsung apa dan bagaimana kehidupan di Batam. Dia mengamati sisi-sisi yang terang maupun yang ''gelap'' akibat akselerasi pembangunan di Batam. Ternyata, cerita tentang Batam ini kami anggap tidak cukup untuk cerita biasa, tapi layak untuk ditulis sebagai cerita panjang. Maka, menjelang akhir masa tugasnya di Batam itu, Januari lalu, kami minta Bambang Aji membuat out line untuk sebuah laporan panjang tentang Batam. Kami juga minta kepala biro Medan Bersihar Lubis ikut membantu Bambang Aji, karena wilayah itu selama ini di bawah koordinasi Biro Medan. Desember lalu Bersihar bersama Affan Bey, reporter Biro Medan, terbang ke Batam bergabung dengan Bambang Aji. Bambang Aji tak sempat menulis cerita ini di Batam karena keburu ditarik ke Jakarta. Demikian pula Bersihar, yang sibuk dengan pekerjaan rutinnya di Medan. Tapi cerita tentang Batam ini tetap kami cadangkan untuk sebuah cerita panjang. Kami sebut dengan istilah Laporan Utama Cadangan, yang sewaktu-waktu saat sepi berita bisa diturunkan. Akhirnya, setelah persiapan panjang, dan beberapa kali tertunda karena kalah bersaing dengan berita sekitar Sidang Umum MPR dan kemudian disusul berita-berita susunan kabinet, ceritera tantang Batam kami turunkan pekan ini dalam bentuk Laporan Khusus. Laporan ini dikerjakan duet Bambang Aji dan Bersihar Lubis. Agar keduanya bisa berdiskusi lebih intens, pertengahan bulan puasa lalu Bersihar Lubis kami panggil ke Jakarta. ''Saya dipanggil ke Jakarta hanya untuk menulis,'' kata Bersihar ketika ditanya teman-temannya di Jakarta. Biasanya, teman-teman dari daerah dipanggil ke Jakarta kalau ada rapat atau ada program khusus untuk mereka. Ternyata, banyak problem tersimpan di balik gemerlapnya Batam. Mulanya, sih, investor asing terutama dari Singapura jatuh cinta melihat Batam. ''Tapi kini orang mulai melirik Thailand, RRC, dan bahkan India,'' kata Bambang Aji. Soalnya, spekulan tanah di Batam membikin pusing. Belum lagi tenaga kerja yang diperkirakan lebih murah di RRC, Thailand, dan India. Inilah, antara lain, yang ingin dikuak dalam laporan khusus ini. Tak urung proses modernisasi dan teknologi di Batam juga melahirkan ''sisi kelam''. Sebutlah, dampak pengangguran, pelacuran, pengemis, dan bahkan dunia kriminalitas. ''Agar tahu saja, perampokan bank pertama di negeri ini terjadi di Batam,'' kata Bersihar. Tak usah kecewa. Perkembangan macam begini agaknya sudah merupakan hukum alam. Mana ada kota di kolong langit ini yang steril dari hal-hal yang berbau kumuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini