Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda pengguliran hak angket terhadap pengangkatan kembali Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama?
|
||
Ya | ||
93,7% | 826 | |
Tidak Tahu | ||
1,4% | 12 | |
Tidak | ||
4,9%% | 43 | |
Total | (100%) | 881 |
HUBUNGAN pemerintah Indonesia dengan Freeport-McMoRan Inc, induk usaha PT Freeport Indonesia, kembali memanas. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini menyetop kegiatan operasi tambang tembaga dan emasnya di Papua. "Operasi kami berhenti akibat larangan ekspor sejak pertengahan Januari 2017," menurut dokumen Freeport tertanggal 28 Februari 2017, seperti dikutip Reuters, 1 Maret lalu. Dalam rencana 2017, Freeport memangkas rencana produksi tembaga tambang Grasberg ke level 95 ribu ton per tahun dibanding target sebelumnya 140 ribu ton per tahun. Sebelumnya, para pemegang saham meminta perusahaan tetap teguh berpegang pada kontrak karya (KK) ketimbang mengikuti permintaan pemerintah Indonesia untuk mengubahnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). CEO Freeport-McMoRan Richard Adkerson menyatakan Rio Tinto Plc, perusahaan mitra Freeport di tambang Grasberg, juga mendukung keputusan perusahaan. "Para pemegang saham kami berpikir bahwa selama ini kami terlalu baik kepada Indonesia. Sekarang waktunya kami berada di posisi bahwa kami tetap berpegang pada kontrak karya," ujarnya. Sebelumnya, pada 11 Januari 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, yang menegaskan perusahaan pemegang kontrak karya harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter, perusahaan dilarang melakukan ekspor. Kemudian, jika ingin tetap melakukan ekspor, perusahaan harus mengubah status dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, Freeport berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini. Namun, pada 25 Januari 2017, Freeport menyatakan sedang mempertimbangkan langkah hukum untuk menggugat pemerintah karena tidak mendapatkan izin ekspor. Freeport berdalih, berdasarkan kontrak karya, perusahaan memiliki hak untuk mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau kewajiban membayar bea ekspor. Freeport memberi waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan pendapat itu terhitung per 13 Februari 2017. Jika tidak, Freeport akan membawa permasalahan kontrak ini ke arbitrase internasional. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan, jika Freeport menolak ketentuan dan memilih tidak melanjutkan penambangan, pemerintah siap mengambil alih. "Pengelolaannya secara teknologi ada. Putra-putri Indonesia dari ITB dan kampus lain kan sudah ada di sana. Soal perusahaan mana, bisa saja Inalum, Antam, atau kombinasi dengan sektor swasta," katanya. Hasil jajak pendapat di Tempo.co menunjukkan sebagian besar responden mendukung sikap keras pemerintah terhadap Freeport. l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 4 Maret 2017 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |