Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Freeport Melawan

6 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda pengguliran hak angket terhadap pengangkatan kembali Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama?
Ya
93,7% 826
Tidak Tahu
1,4% 12
Tidak
4,9%% 43
Total (100%) 881

HUBUNGAN pemerintah Indonesia dengan Freeport-McMoRan Inc, induk usaha PT Freeport Indonesia, kembali memanas. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini menyetop kegiatan operasi tambang tembaga dan emasnya di Papua. "Operasi kami berhenti akibat larangan ekspor sejak pertengahan Januari 2017," menurut dokumen Freeport tertanggal 28 Februari 2017, seperti dikutip Reuters, 1 Maret lalu.

Dalam rencana 2017, Freeport memangkas rencana produksi tembaga tambang Grasberg ke level 95 ribu ton per tahun dibanding target sebelumnya 140 ribu ton per tahun. Sebelumnya, para pemegang saham meminta perusahaan tetap teguh berpegang pada kontrak karya (KK) ketimbang mengikuti permintaan pemerintah Indonesia untuk mengubahnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

CEO Freeport-McMoRan Richard Adkerson menyatakan Rio Tinto Plc, perusahaan mitra Freeport di tambang Grasberg, juga mendukung keputusan perusahaan. "Para pemegang saham kami berpikir bahwa selama ini kami terlalu baik kepada Indonesia. Sekarang waktunya kami berada di posisi bahwa kami tetap berpegang pada kontrak karya," ujarnya.

Sebelumnya, pada 11 Januari 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, yang menegaskan perusahaan pemegang kontrak karya harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter, perusahaan dilarang melakukan ekspor. Kemudian, jika ingin tetap melakukan ekspor, perusahaan harus mengubah status dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, Freeport berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.

Namun, pada 25 Januari 2017, Freeport menyatakan sedang mempertimbangkan langkah hukum untuk menggugat pemerintah karena tidak mendapatkan izin ekspor. Freeport berdalih, berdasarkan kontrak karya, perusahaan memiliki hak untuk mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau kewajiban membayar bea ekspor.

Freeport memberi waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan pendapat itu terhitung per 13 Februari 2017. Jika tidak, Freeport akan membawa permasalahan kontrak ini ke arbitrase internasional.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan, jika Freeport menolak ketentuan dan memilih tidak melanjutkan penambangan, pemerintah siap mengambil alih. "Pengelolaannya secara teknologi ada. Putra-putri Indonesia dari ITB dan kampus lain kan sudah ada di sana. Soal perusahaan mana, bisa saja Inalum, Antam, atau kombinasi dengan sektor swasta," katanya.

Hasil jajak pendapat di Tempo.co menunjukkan sebagian besar responden mendukung sikap keras pemerintah terhadap Freeport. l

Indikator Pekan Ini

Yakinkah Anda, kunjungan Raja Salman akan memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia?www.tempo.co.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum