Kakek istri saya kebetulan berasal dari Aceh. Ia salah seorang pejuang yang pernah ditahan oleh Belanda dan dibuang ke Pacitan dan wafat di sana. Seperti kebanyakan orang Aceh, ia merasa bangga bahwa Aceh tidak pernah dijajah, baik oleh Belanda maupun Jepang, yang kemudian bergabung dalam wilayah negara kesatuan RI.
Namun, selama 53 tahun Indonesia merdeka, selalu timbul pergolakan di Aceh. Oleh pemerintah Orde Baru mereka yang memberontak disebut gerombolan pengacau keamanan (GPK). Namun, setelah reformasi terjadi, semua persoalan yang selama 32 tahun ditutup-tutupi itu jadi terbuka.
Selama ini kekayaan daerah Aceh, yang devisanya mencapai US$ 2,6 miliar per tahun, dikuras habis oleh pemerintahan pusat dan hanya 1 persen yang dikembalikan ke daerahnya. Demikian juga yang tejadi di Riau, Sumatra Selatan, Irian Jaya, dan Kalimantan Timur. Karena itu, wajarlah jika mereka lalu marah dan berjuang untuk merdeka. Kekayaan disedot, rakyatnya dianiaya dan dibunuh serta wanitanya diperkosa. Karena itu, saya lebih memilih sebutan GPK diartikan sebagai Gerakan Penuntut Keadilan.
Ide Amien Rais tentang negara federasi merupakan ide yang cemerlang sebagai alternatif mencegah disintegrasi nasional. Kalau kita tetap menginginkan negara kesatuan, tidak ada pilihan lain kecuali melakukan negosiasi dengan daerah-daerah untuk keadilan dan kemakmuran bersama.
DR. Saleh Aldjufri
Ketua LPLI Sunan Ampel
Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini