ADA yang perlu diluruskan dalam masyarakat Hindu di Nusantara mengenai kesalahpahaman pengertian ”guru wisesa”, yang berarti salah satu guru yang harus dihormati oleh umat Hindu, yaitu pemerintah. Guru wisesa ini termasuk salah satu guru yang terdapat dalam caturguru. Dari jenjang pendidikan SD sampai universitas, pengertian guru wisesa yang selama ini ada dalam buku pelajaran ataupun pedoman pelajaran agama Hindu adalah taat kepada pemerintah.
Pusat Hindu Universitas Mahendradatta bersikap bahwa pengertian taat kepada pemerintah mengalami penyempitan makna dibandingkan dengan makna sebenarnya, yaitu setia kepada negara, bela negara (dharming negara), bukan kepada pemerintah, yang senantiasa berganti rezim setiap waktu tertentu.
Namun hal tersebut patut dimaklumi karena kurikulum agama Hindu yang ada saat ini di segala jenjang pendidikan adalah buatan oknum-oknum yang masih berbau Orde Baru, sehingga pelajaran agama Hindu yang semestinya bersifat universal (sanathana dharma) beralih ke pengertian agama secara sempit. Semestinya bagi umat Hindu, Indonesia yang kini sedang mencari format baru, di masa yang akan datang harus banyak mengkaji lagi pengertian yang cenderung membingungkan.
Masyarakat Hindu tentu harus loyal kepada bangsa dan negara secara umum, di samping menghormati pemerintahan yang sah, baik kepemimpinan daerah maupun kepemimpinan nasional, selama pemerintahan yang sah tersebut memperhatikan rakyat kecil, kaum petani, dan buruh. Namun apa jadinya jika pemerintahan yang terjadi bersifat otoriter, penuh konflik, penuh dengan korupsi, kolusi, atau nepotisme? Apakah umat Hindu harus tetap menjunjung paham guru wisesa versi hormat pada pemerintah? Tentu saja tidak!
Umat Hindu harus berani mengkritik, membimbing, memberi arahan, serta memberikan kontribusi yang positif, bahkan jikalau perlu menggulingkan pemerintahan yang otoriter, seperti dikisahkan bagaimana rakyat Hastinapura serta-merta membantu Panca-Pandawa dalam menggulingkan pemerintahan diktator Duryodana, bagaimana Pasukan Kera serta rakyat Ayodya menghancurkan Kerajaan Rahwana yang dinilai menyimpang dari kebenaran.
Ada satu kisah mengharukan dari Kumbakarna sebelum tewas oleh Rama. Kumbakarna berkata kepada Rama, ”Hamba berperang dengan Rama bukan untuk membela Kakak Duryodana, bukan untuk keangkaramurkaan, namun sebagai wujud bakti hamba kepada bangsa dan negara Alengka Pura. Demi ibu pertiwi.” Satu hal yang bijaksana yang telah diajarkan oleh pendiri agama kita.
Sudah saatnya konsep guru wisesa diperluas tidak hanya sebatas pada pemerintahan, namun pada intinya adalah dharming negara.
A.A. NGURAH ARYA WEDAKARNA M. WEDASTERAPUTRA SUYASA
Bali
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini