DALAM Pemilu 1998 yang lalu, saya memilih PAN, PBB, dan PDI Perjuangan, masing-masing untuk tingkat pusat, daerah tingkat I, dan daerah tingkat II. Hari ini saya menyesalinya karena fraksi-fraksi di DPR menyikapi hasil-hasil pansus Buloggate dan Bruneigate tidak dengan proporsional, melainkan emosional, dan ”dis-konstitusional”. Menurut saya, sebagian besar anggota di DPR haruslah memahami bahwa kasus ini berbeda 180 derajat dengan kasus Estrada di Filipina ataupun Watergate di Amerika Serikat. Dua kasus tersebut bukan kasus pidana ataupun kriminal dalam hukum positif karena publik tidak dirugikan secara material sehingga tidak ada satu pun pasal dari KUHP yang dilanggar oleh Estrada ataupun Richard Nixon. Hanya ketidakpatuhan secara politislah yang melatarbelakangi tindakan politik di sana dan tidak membutuhkan pembuktian di pengadilan. Sedangkan ”hilangnya” Rp 35 miliar dana Yanatera Bulog itu kriminal murni, yang harus dicari siapa pencurinya dan diadili di pengadilan karena melanggar pasal-pasal dalam KUHP.
Setiap prasangka dan dugaan yang mengaitkan presiden dalam kasus tersebut tidak dapat membawa konsekuensi terhadap cacat jabatan politis presiden sampai dengan presiden itu cacat secara hukum di pengadilan. Bila seperti ini, DPR terkesan sengaja tergesa-gesa mengambil tindakan politis demi mendahului proses hukum, mengesankan bahwa hampir semua partai takut menghadapi Pemilu 2003 dan ingin menggantikan Presiden Gus Dur sekarang juga.
Bila kelak pengadilan memutuskan hal yang berbeda perihal ”Bruneigate” pun, tak patut dipaksakan konsekuensi politisnya oleh siapa pun, karena uang dari Sultan Brunei tersebut tidak diambil secara sembunyi-sembunyi (berbeda dengan kemungkinan uang yang diterima Estrada). Permasalahannya hanya karena belum adanya kesimpulan formal bahwa uang seperti itu milik Presiden pribadi atau milik publik, bila sudah ada kesimpulan formal, selanjutnya tidak memberi konsekuensi formal cacat jabatan, baik secara hukum maupun secara politis (mengingat ketidak-sembunyi-sembunyian tersebut).
Saya jadi ingat ketoprak di TVRI minggu lalu, di mana Adipati Rembang mengambil tindakan politis hanya dari pengakuan ”bohong” seorang kriminal yang tertangkap tangan di muka kamar tidurnya, tapi seingat saya parlemen bukanlah lembaga ”primitif”.
DR. PUGUH YUSWANDONO
Wado Sumedang, Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini