Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan telak kelompok prokemerdekaan (78,5 persen) dalam jajak pendapat di Tim-Tim membuat pemerintah RI kelabakan. Jika saja kemenangan kelompok prokemerdekaan cuma 51 persen, bolehlah kita mengatakan cuma ”menang tipis”. Itu artinya, masih ada celah bagi kelompok pro-Indonesia untuk mengedepankan masalah kecurangan.
Pertanyaan yang patut kita jawab dan kita renungkan bersama adalah apa hikmah dari kemenangan kelompok prokemerdekaan dalam jajak pendapat itu. Pertama, pemerintah kita sudah terbiasa dengan laporan yang bersifat ABS (asal bapak senang) tanpa memikirkan kebenaran lain di lapangan. Itu sebabnya Akbar Tanjung mengaku sangat kaget atas pengumuman kemenangan kelompok prokemerdekaan.
Ketika diwawancarai wartawan SCTV, beliau mengatakan bahwa ketika beberapa kali ke Tim-Tim, semua rakyat di sana menggunakan koor merdu ”pro-Indonesia”, tidak ada satu pun nada sumbang yang prokemerdekaan. Akbar Tanjung tidak tahu bahwa kaum muda Tim-Tim di lapangan mengumandangkan koor merdu SAFARI (Saya Anak Fretilin Anti-Republik Indonesia). Ini semua mungkin bagian dari budaya takut terhadap atasan yang dikembangkan selama Orde Baru sehingga bawahan takut bicara apa adanya.
Kedua, kemenangan kelompok prokemerdekaan telah menjadi bukti nyata bahwa sejarah intregasi Tim-Tim ke Indonesia penuh dengan kebohongan besar. Artinya, kita telah membohongi generasi kita sendiri dari Sabang sampai Merauke. Kita sekaligus telah membohongi dunia internasional.
Ali Alatas selalu berbicara kepada dunia internasional bahwa integrasi Tim-Tim ke RI adalah kehendak seruruh rakyat Tim-Tim. Tapi kini semua kebohongan itu terungkap. Sebaliknya, kampanye kelompok prokemerdekaan di luar negeri terbukti benar, yang mengatakan sebagian besar rakyat Tim-Tim (tahun 1975-76) adalah pendukung setia partai Fretilin yang menginginkan kemerdekaan. Sehingga, tidak mungkin ada keinginan bergabung dengan Indonesia kecuali dengan pencaplokan (aneksasi) dengan kekuatan senjata.
Ketiga, kemenangan kelompok prokemerdekaan merupakan sarana introspeksi diri bagi bangsa Indonesia bahwa kita telah gagal mengambil hati rakyat Tim-Tim. Pembangunan fisik yang megah dan aduhai serta ribuan senjata berpeluru maut ternyata tidak mampu merebut hati rakyat Tim-Tim. Pemerintah kita pun tidak terbiasa merangkul orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah.
Bahkan, setelah jajak pendapat, Mayjen TNI Sudi Silalahi (Asisten Komisi Sosial Kaster TNI) masih mengatakan, ”Ketika Portugal meninggalkan Tim-Tim 24 tahun lalu, berapa panjang jalan yang pernah mereka bangun dan berapa penduduk yang mereka didik? Kita, Indonesia, telah membangun beberapa kilometer jalan, mendirikan rumah ibadat dan mendidik ribuan siswa, tetapi tidak akan ada yang ingat akan pengorbanan tersebut dan malah menuduh kita macam macam” (Kompas, 6 septermber 1999 ).
EDI DANGUR
Jalan Hasan No. 22/150A
Bandung 40133
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo