Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERBETIK berita dari mancanegara, seorang menteri kehakiman mengundurkan diri karena merasa malu dan bertanggung jawab telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai menteri. Dengan kewenanganya ia memberikan fasilitas kepada aktor kesayangannya, Arnold Schwarzenegger, masuk ke Jepang dengan dokumen lengkap. Juga dari mancanegara, seorang menteri perhubungan mengundurkan diri karena merasa bertanggung jawab atas kecelakaan tabrakan kereta api yang menelan korban ratusan jiwa. Ia malu karena bawahannya yang menangani perkeretaapian lalai menjalankan tugasnya.
Bagaimana dengan para pejabat negara dan jajarannya di negara kita? Mari kita simak saja kasus berikut ini.
Dimulai dari ketua lembaga tertinggi negara MPR/DPR kita yang sebelum Sidang Umum MPR tahun 1997 begitu menggebu-gebu, mengatasnamakan rakyat, kembali mencalonkan presiden yang telah bertakhta selama 32 tahun, untuk menduduki jabatan kepala negara pada periode berikutnya, ”Sesuai dengan aspirasi rakyat,” katanya. Tiga bulan kemudian, juga sesuai dengan aspirasi rakyat, beliau mengajukan permintaan agar Bapak Presiden yang baru saja diangkatnya itu mengundurkan diri. Bagi orang awam, tindakan tersebut sangat memalukan. Bila diukur dengan kadar rasa malu dan tahu diri yang normal, seyogianya beliau juga turut mengajukan surat permohonan mengundurkan diri sebagai Ketua DPR/MPR, tapi nyatanya sampai sekarang tanpa merasa bersalah dan rasa malu.
Demikian pula dengan pemimpin tertinggi negara pada masa transisi ini, yang pada awal pemerintahannya tidak habis-habisnya mengobral janji, antara lain akan meningkatkan tingkat penghidupan rakyat yang sudah terpuruk, menegakkan hukum dan keadilan, menuntaskan kasus korupsi, dan lain sebagainya. Nyatanya, kasus penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan malah bermunculan. Hanya dalam kurun waktu satu setengah tahun, pemerintahan Reformasi Pembangunan telah memporak-porandakan perekonomian negara sampai ke tingkat yang paling rendah. Ia membiarkan para pembantunya berpesta-pora, beraji mumpung, menggerogoti keuangan negara hasil pinjaman luar negeri seperti IMF dan CGI. Dana JPS, yang seharusnya digunakan untuk membantu rakyat, tidak luput dari penyelewengan.
Herannya, para pejabat kita seakan-akan tidak peka atau lebih tepat tidak peduli akan masalah besar yang dihadapi negara dan kian terpuruk tingkat penghidupan rakyatnya. Keppres No. 47 Tahun 1999 yang mengalokasikan dana sebesar Rp 75 milyar untuk anggota DPR sebagai penghargaan pemerintah atas prestasi kerja para anggota DPR Periode 1997-2003 jelas menunjukkan ketidak-pedulian presiden terhadap kesengsaraan rakyatnya. Lebih aneh lagi lagi, banyak anggota DPR yang merasa berhak atas penghargaan itu, yang dinilainya seharga mobil Kijang. Padahal, bila dikaji, tidak memadai dengan hasil kerjanya selama ini. Saya jadi bertanya, pantaskah Anda menerima uang sebesar itu sedangkan tingkat penghidupan Anda sekarang sudah jauh di atas tingkat penghidupan rakyat.
Sedemikian besarnya hasrat untuk memerintah sekaligus menjarah keuangan negara lima tahun ke depan, para penguasa beserta jajarannya di Partai Golkar berusaha dengan segala cara untuk menguasai MPR dalam sidang umum yang akan datang. Mereka, antara lain, menjadikan para menteri masuk menjadi anggota MPR Fraksi Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Sekali lagi saya bertanya, belum cukupkah kiranya kekayaan yang ditumpuk selama satu setengah tahun menjarah kekayaan dan keuangan negara di segala bidang. Padahal, uang yang tersisa adalah hasil utang luar negeri yang harus dibayar oleh anak-anak cucu kita kelak. Sungguh tidak terbayangkan, akan menjadi apa negara Indonesia kelak apabila hal tersebut benar-benar terjadi.
R. JOHAN
Gang Aut No. 12
Bogor 16123
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo