Iklan ’Pencabutan Subsidi’

AKHIR-akhir ini pemerintah gencar meluncurkan iklan tentang ”pentingnya pencabutan/pengurangan subsidi BBM atau tarif listrik” di televisi. Pelawak-pelawak terkenal dikerahkan untuk memuluskan misi iklan tersebut. Entah berapa miliar dana yang dikeluarkan untuk biaya iklan semacam itu. Iklan itu mengandung misi utama: rakyat harus menerima rencana pencabutan/pengurangan subsidi tarif listrik atau subsidi BBM karena subsidi itu tidak tepat sasaran. Juga, subsidi yang dicabut itu, kata iklan tersebut, akan dialihkan untuk memberi subsidi ke sektor lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Apakah benar subsidi yang dicabut itu akan dialihkan ke sektor lain yang bermanfaat? Itu perlu diragukan. Yang jelas, bisa jadi subsidi itu dicabut untuk bayar cicilan utang yang menurut Prof. Didik Rachbini, pada tahun 2002, jumlahnya sekitar Rp 73 triliun. Pemerintah dan DPR mestinya bersikap jujur dan berani dalam soal utang warisan masa lalu. Banyak di antara utang-utang itu mubazir atau dikorup pejabat masa lalu sehingga tidak pantas dibebankan kepada rakyat, yang sedang dililit kelaparan dan kesulitan hidup. Saya mengimbau, kiranya media massa dan para pelawak pendukung iklan tersebut mau berpikir seribu kali untuk menyiarkan iklan yang ujung-ujungnya adalah ”penyengsaraan rakyat” karena hak mereka untuk mendapatkan ”telepon murah, BBM murah, dan listrik murah” sesuai dengan kemampuan mereka tak lama lagi akan tercabut. Para pejabat dan anggota DPR memang tidak akan merasakan beratnya membayar listrik atau telepon. Harga BBM berapa pun mungkin bukan masalah bagi mereka. ADIAN HUSAINI, M.A. Kompleks Timah Blok CC V/100, Kelapadua Depok, Jawa Barat 16951