Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah pemberantasan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengganggu perekonomian? (06 - 13 Desember 2006) | ||
Ya | ||
14,21% | 57 | |
Tidak | ||
81,80% | 328 | |
Tidak tahu | ||
3,99% | 16 | |
Total | 100% | 401 |
Wakil Presiden Jusuf Kalla menga takan, pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menimbulkan efek samping berupa ketakutan pejabat untuk membuat keputusan. Akibatnya, perekonomian menjadi terganggu.
”Kami mendukung pemberantasan korupsi, tapi jangan menimbulkan ketakutan yang besar dan membuat ekonomi ambruk,” kata Kalla, Selasa pekan lalu.
Di antara bukti yang diajukan Kalla adalah lebih banyaknya dana perbankan—sekitar Rp 200 triliun—yang disimpan di Bank Indonesia daripada yang dikucurkan untuk kredit.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan bahwa sebuah gerakan antikorupsi memang memiliki konsekuensi yang berat, termasuk rasa takut. Namun, dia melanjutkan, lambat laun hal itu akan kembali pulih. ”Jangka waktunya pasti panjang,” kata dia.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mengatakan, ketakutan para pejabat karena tindakan tegas Komisi Pemberantasan Korupsi itu tidak beralasan. ”Ini justru bisa jadi tekanan agar pejabat berhati-hati,” katanya.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution menyatakan hal senada. Menurut dia, upaya pemberantasan korupsi jangan dijadikan alasan bagi terhambatnya laju perekonomian.
Seorang responden Tempo Interaktif di Jakarta, Soegondo, menilai pernyataan bahwa kegiatan pemberantasan korupsi oleh KPK mengganggu perekonomian kemungkinan berasal dari mereka yang biasa melakukan korupsi.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden menilai pemberantasan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mengganggu perekonomian, yaitu 81,80 persen, sedangkan yang berpendapat sebaliknya sebanyak 14,21 persen. Adapun yang memilih tidak tahu sekitar 3,99 persen.
Indikator Pekan Ini: Calon Gubernur Aceh dari Gerakan Aceh Merdeka, Irwandi Yusuf, menepis anggapan bahwa kemenangannya yang di depan mata akan dimanfaatkan untuk memerdekakan Aceh. ”Saat ini bukan lagi saatnya berbicara masalah konflik yang dulu, karena Aceh sudah damai,” ujarnya. Dalam pemilihan gubernur yang berlangsung 11 Desember lalu, Irwandi, yang merupakan wakil GAM di Aceh Monitoring Mission, berpasangan dengan Muhammad Nazar dari Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA). Kekhawatiran atas kemenangan Irwandi diutarakan, antara lain, oleh mantan Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid. Ia menyamakannya dengan referendum di Timor Timur pada 1998. ”Pemilihan kepala daerah di Aceh, sadar atau tidak, sudah tergiring ke referendum untuk menentukan pilihan antara RI yang diwakili partai-partai dan calon independen yang mewakili GAM,” ujarnya. Menurut Anda, apakah kemungkinan menangnya wakil GAM dalam pemilihan kepala daerah di Aceh perlu dikhawatirkan? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo