Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Keberatan Dewan Pengawas KPK

Keberatan Dewan Pengawas KPK

14 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surat - MBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberatan Dewan Pengawas KPK

SEHUBUNGAN dengan berita Tempo edisi 26 Juli-1 Agustus 2021 berjudul “Adu Teknik di Sidang Etik”, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan keberatan karena informasi yang disampaikan tidak benar. Ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Albertina Ho tidak pernah diwawancarai secara khusus oleh Tempo. Informasi diberikan oleh Dewas KPK lewat jawaban tertulis dalam surat nomor 229/SK-MBM/WWC-NAS/VII/2021 tertanggal 22 Juli 2021 melalui pesan WhatsApp kepada Linda, wartawan Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

2. Jawaban tertulis Dewas KPK bukan merupakan jawaban Albertina Ho sebagai salah satu anggota Dewas KPK, melainkan jawaban Dewas KPK.

3. Terdapat pemberitaan pada halaman 54 yang tak sesuai dengan fakta sebagaimana tertulis dalam jawaban Dewas KPK:

a. Anggota Dewas sekaligus anggota majelis etik, Albertina Ho, mengklaim tidak pernah ditemui tiga direktur mengenai laporan Yogasmara. “Dalam melaksanakan tugas Dewas bersifat independen sehingga tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun,” ujar Albertina Ho.

Kutipan tersebut merupakan jawaban tertulis Dewas, bukan hasil wawancara khusus dengan Albertina Ho. Dalam surat kepada Tempo tertulis: “Dewas tidak pernah menerima kedatangan Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan, dan Direktur Penuntutan dalam kaitannya dengan pengaduan Agustri Yogasmara untuk membacakan penundaan sidang etik hingga perkara bansos inkracht. Dewas dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sehingga tidak dapat diintervensi oleh pihak mana pun.”

Paragraf berikutnya:

b. Ia pun menyatakan lembaganya tidak pernah menerima surat pencabutan laporan Yogasmara. Menurut dia, keputusan cukup atau kurang bukti suatu perkara etik dilanjutkan ke sidang ditentukan oleh Dewas dalam rapat pemeriksaan pendahuluan berdasarkan laporan kerja yang disusun sebuah tim. “Meskipun tim pemeriksa menyatakan tidak cukup bukti, kalau dalam pemeriksaan pendahuluan Dewas menyatakan cukup bukti, kasusnya dilanjutkan ke sidang etik,” ucapnya.

Jawaban tersebut adalah jawaban tertulis Dewas KPK, bukan Albertina Ho.

c. Dalam sidang majelis etik itu, menurut seorang penegak hukum, Albertina mencecar Praswad dan Prayoga dengan menanyakan maksud ucapan “gila lu, akan gua kejar sampai langit”, dan lainnya. Menurut Albertina, cara itu merupakan bagian dari teknik persidangan oleh anggota Dewas. “Kami tanyakan dalam sidang karena itu masuk materi pemeriksaan,” tuturnya.

Albertina Ho tidak pernah menyatakan apa yang tertulis tersebut, bahkan itu tak ada dalam jawaban Dewas. Dalam surat kepada Tempo, Dewas menyatakan, “Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di persidangan oleh majelis etik merupakan kewenangan penuh majelis etik.”

4. Agustri Yogasmara tidak pernah mencabut laporannya kepada Dewas KPK. Hal ini ada dalam jawaban tertulis Dewas.

Yuyuk Andriati Iskak
Pelaksana tugas Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi

Terima kasih atas tanggapan Anda.

1. Tempo mengirimkan surat permohonan wawancara kepada Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dan Albertina Ho. Dalam proses itu, wartawan Tempo berkomunikasi dengan Albertina. Saat mendapatkan jawaban tertulis, Tempo meminta pernyataan itu disampaikan oleh Albertina sebagai anggota Dewan Pengawas KPK. Hal ini diizinkan oleh Albertina. Itu sebabnya dalam berbagai kutipan nama yang muncul adalah Albertina Ho.

2. Penjelasan pada nomor 3 huruf c bersumber dari sejumlah kutipan dalam jawaban tertulis.

3. Keterangan bahwa Agustri Yogasmara tidak pernah mencabut laporan sudah disebutkan dalam tulisan.


Dalil Kebangsaan

BERUNTUNGLAH kita bangsa Indonesia punya pemuda-pemuda cerdas pada 1928 yang menciptakan “dalil kebangsaan” (nationality postulate), yakni satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Padahal mereka datang dari berbagai suku dan agama di pelosok Tanah Air. Berdasarkan dalil kebangsaan tersebut, terciptalah Pancasila yang menjadi ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Entah apa jadinya jika kita tak punya pemuda-pemuda cerdas itu. Mari kita tengok bangsa lain, banyak yang sulit membentuk sebuah bangsa karena ego suku atau agama alias sektarian. Maka kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah yang tak ternilai harganya saat ini. Dirgahayu Republik Indonesia. Jadilah negara maju. 

Suyadi Prawirosentono
Bogor, Jawa Barat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus