WAJAH Axel Dieter larthel, 40 tahun, pegulat Jermzn Barat,
sudah berlepotan darah. Tapi Klaus Kauroff, si botak a la
Kojak, lawannya, masih penasaran. Buk, buk, tanpa ampun si
Kojak juara Eropa membanting juara Eropa tahun 1973 yang
berat badannya 100 kg, tinggi 180 cm.
Kalau saja pengunjung yang mengisi I/8 ruangan Balai Sidang
Senayan yang berkapasitas 4000 tempat duduk tak berteriak-teriak
menyetopnya, barangkali sang bekas juara akan kembali digasak
Kauroff yang jangkung dan berat badannya tak jauh berbeda itu.
Dan pembantu wasit, setelah memeriksa mata pegulat yang
terbanting, memberi isyarat stop, toh Barthel belum bilang "saya
menyerah". Hingga pertandingan pun bisa diteruskan. Sebab
lihatlah, pertandingan 4 ronde yang masing-masing 3 menit itu
akhirnya dimenangkan Barthel!
Dengan pertunjukan seperti itu, Yayasan Darma Wirawan Persatuan
Purnawirawan ABRI selama 4 malam - berakhir 21 Januari --
menyuguhkan hiburan dari jenis yang terbilang jarang. Dengan
mengharuskan pengunjung merogoh kantong Rp 4000 dan Rp 7500,
yayasan yang menghimpun para pensiunan ABRI itu menggilirkan 6
juara gulat pria dan 6 juara gulat wanita dari Jerman, Austria,
Amerika Serikat, Kanada, Mexico,dan Peru. Dengan segala
kemampuan mereka memutar akal dan mengandalkan otot, asal jangan
menyarangkan sasaran ke "itu". Atau ke bagian dada yang memang
subur subur bagi pegulat wanita.
Para peserta memang terdiri dari para pegulat kelas berat
kaliber dunia. Toh rara penonton tahu apa yang berlangung di
gedung pertengahan megah itu tak lebih dari suguhan hiburan.
Tentu saja para peserta akan menolak dibilang begitu. Apalagi
mereka didatangkan jauh-jauh dengan bayaran paling kurangcukup
buat membeli mobil Continental Lincoln mutakhir, yang di Amerika
Serikat berharga $12.000 alias Rp 5 juta.
"Buat apa muka saya sampai lecet kalau cuma main-main atau
sekedar hiburan," tukas Axel Dieter Barthel kepada Bachrun
Suwatdi dari TEMPO. "Pertandingan ini memang sungguhan dan akan
menentukan ranking para pegulat itu di dunia internasional,"
ujar seorang sponsor. Meski piala yang disediakan ternyata hanya
piala dari Yayasan, sedang juri, tidak duduk berderet di depan
ring, hanya diambilkan dari kalangan pemain sendiri.
Walau begitu lumayan mendebarkan. Bukan cuma bagi penonton.
Terkadang wasit dan pemukul gong ikut terkesima oleh pergumulan
tubuh-tubuh berotot dan bergajih tebal itu. Hingga kerap tukang
gog diteriaki penonton: "pukul gong, pukul gong", karena sang
wasit atau pemukul gong asyik menonton, lupa ronde sudah
berakhir.
Kecoak
Bagaimana mereka merawat badan yang amat cocok buat memerankan
tokoh raksasa Buto Terong itu? Tak jauh berbeda dengan orang
banyak, apa yang mereka jejalkan ke perut. "Biasa saja," kata
Barthel, yang berkat otot-ototnya berpenghasilan Rp 12 juta per
tahun dan punya bungalo di Spanyol. "Saya makan steak, 2 butir
telur rebus, I gelas besar susu, jeruk peras, roti dan juga
teh." Semua katanya dalam ukuran "wajar".
Sedang untuk menghindarkan berkurangnya daya banting, Barthel
(pandai omong Spanyol, Inggeris, Italia, Perancis dan Rusia)
pantang rokok dan minuman keras. Toh, meski ukuran tubuh mereka
tampak angker, para pegulat wanita tak berbeda sifatnya dengan
kaum hawa lainnya. Casey Carr, si juara wanita dari Florida,
takut sekali pada kecoak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini