AKHIR-AKHIR ini kerap terjadi kerancuan atau bahkan ”kekacauan” penulisan antara gelar akademik S-3 (doktor atau Ph.D./Dr.) dan jabatan profesi (yang dalam gelar akademiknya sebenarnya setingkat dengan S-1: dokter atau M.D./dr.).
Sebenarnya, Ejaan yang Disempurnakan 1972 telah menentukan D dan r untuk doktor serta d dan r untuk dokter seperti di atas. Namun, karena aturan tersebut tidak tegas, jadinya semakin rancu. Apalagi dewasa ini, untuk penulisan alamat e-mail di internet, kebanyakan ditulis semuanya dengan huruf kecil saja.
Sekarang tampak aturan yang tidak tegas tersebut sering disalahgunakan dan memang bisa diindikasikan terjadi kesengajaan penggunaan gelar dengan D dan R yang menunjukkan (seolah-olah) orang itu sudah bergelar akademik sampai S-3, padahal kenyataannya masih S-1. Jika ini dibiarkan, kasusnya akan sama dengan gelar-gelar ”doktor palsu” yang kini gencar diberantas.
Sebaiknya Departemen Pendidikan Nasional menentukan singkatan baru untuk dokter tersebut. Hal ini dengan asumsi sebaiknya singkatan D dan R, apa pun penulisannya—DR., Dr., dr. (seperti penulisan untuk e-mail), atau bahkan dR.—tetap digunakan untuk doktor (S-3/Ph.D.) karena dikenal juga gelar Drs., yang merupakan kepanjangan dari doktorandus, yang digunakan untuk penyebutan gelar akademik strata-1/S-1 (alias bukan jabatan profesi).
Saya mengusulkan ”singkatan gelar baru” untuk dokter ini bisa berupa Dm. (dokter medis—asumsi ini seperti M.D. di luar negeri), Dk. (karena biasanya dokter dipanggil dengan ”Dok”), atau Dt.
R.M. ROY SURYO
Jalan Magelang Km 5
Kav. Bima No 8, Yogyakarta
[email protected].
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini