SAYA pernah mengajukan aplikasi kartu kredit ke Bank BNI (visa biru) ketika seseorang menawari saya dalam program ”member-get-member”, sekitar Maret 2000, dan aplikasi tersebut ditolak. Pada saat yang sama, aplikasi seorang teman saya diterima. Saya cuma heran, aplikasi saya, yang berdasarkan kriteria kepemilikan kartu kredit lebih memenuhi syarat, malah ditolak. Sedangkan aplikasi teman saya, dengan pendapatan lebih kecil dan jumlah tanggungan lebih banyak, malah diterima.
Namun, dari situ malah timbul pertanyaan: justru karena pendapatan lebih besar tapi jumlah tanggungan lebih kecil itukah aplikasi tersebut ditolak? Bukankah dengan begitu bisa diperkirakan saya akan selalu membayar tagihan dengan tepat waktu dan tidak akan kepepet untuk membayar tagihan dengan cara angsuran atau mengambil utang dengan menggunakan kartunya? Dan dengan demikian, bank hanya akan mendapat sedikit keuntungan karena hanya mendapat ”persen” dari merchant, dan tidak ada pendapatan dari bunga keterlambatan membayar tagihan atau bunga angsuran?
Dengan kata lain, saya dianggap tidak akan menjadi konsumen yang ”menguntungkan” bagi BNI. Karena itulah, dengan cerdik, BNI menolak aplikasi saya. Jika demikian halnya, menurut saya, Bank BNI telah melupakan fungsi ”melayani/service” dan hanya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya—dua hal yang semestinya berjalan seiring.
HASTO P. IRAWAN
Utankayu, Jakarta
[email protected] Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini