ULOS dapat juga dibentuk menjadi model Arabian Look. Yaitu
celana panjang terusan dilengkapi rok. Blus dari bahan warna
sama ditutup selendang. Tapi itu rok bukan sembarang rok. Juga
selendangnya. Semuanya terbuat dari ulos. Ulos ialah selendang
tradisional orang Batak. Pun kali ini disandang peragawati yang
selalu melemparkan lirikan mata.
Peragaan busana dari ulos ini, 16 Juni lalu di Hotel Mandarin,
Jakarta, diprakarsai oleh tiga orang ibu. Nyona Tiara
Tampubolon, Nyonya Palti Siregar dan Nyonya H. Ida Bulan
Hutasuhut. Ketiganya pemilik Tiara Boutique. Mengolah ulos
adalah langkah pertama mereka. Langkah selanjutnya, kata mereka,
semua kain tradisional dari seluruh Sumatera juga akan
"dibusanakan".
Secara adat Batak, selendang tradisial dipergunakan untuk
mengulosi seseorang. Berarti melindungi jiwa dan raga orang
yang diberi ulos. Sekarang ini pelaksanaan upacara adat terbatas
sekali. Bagaimana pula nasih para pengrajin ulos. Bagaimana
kalau ulos juga dipakai untuk baju? Dengan demikian, menurut
akal ketiga nyonya di atas, akan selalu ada permintaan yag
tinggi dan selamatlah kaum pengrajin ulos -- yang terdiri dari
para gadis di tanah Batak. Dan Nyonya Dewi Motik Pramono, yang
beken menyelenggarakan peragaan busana, dimintai bantuannya.
Loba Na Rumindur-mindur
Dewi dengan senang hati membantu. Bahkan dia pula yang mendisain
berbagai macam pakaian. Ciptaannya tak rumit. Misalnya:
rumbai-rumbai yang terdapat pada ulos, yang kadang-kadang
dianggap kepanjangan, dibiarkannya. Karena itulah ciri khas ulos
(kainnya cukup mudah dicuci karena diproses lewat tenun tangan
dan sebagian besar bahannya dari katun). "Kesukaran saya," kata
Dewi Motik Pramono, "sebagian besar warna ulos itu gelap." Juga
lebar kain yang cuma 60 cm itu, katanya, tidak mudah
dikembangkan untuk model-model rok yang lebih bebas.
Ulos Batak mempunyai tiga warna dasar utama: hitam, merah dan
putih. Sedangkan warna emas dan warna kun ing, baru datang
kemudian sekedar untuk menghidupi hiasan-hiasannya. Corak dan
hiasan mempunyai lambang yang penuh makna. Misalnya di Sipirok,
ada ulos yang bermotif loba na rumindur-mindur, yaitu
segerombolan lebah yang mempunyai makna agar dalam bermarkoum
markahanggi (berkerabat berfamili) hendaknya seperti lebah-lebah
itulah. Bersatu dan saling membantu. Hiasan manik-manik
menamsilkan pengharapan agar si pemilik ulos selalu mendapat
kurnia Ilahi.
Ulos yang berupa selendang itu memang tidak selebar kain batik
atau sarung. Karena berfungsi sebagai parompa sadun -- yaitu
selendang penggendong anak. Ada ukuran yang lebih besar sedikit.
Disebut ulos godang yang biasa diberikan kepada seseorang yang
mendapat kehormatan dalam suatu upacara adat.
Dewi Motik mengubah ulos berbagai corak dalam berbagai busana.
Ada busana untuk ke disko, pakaian midi yang bisa dipakai petang
hari, gaya himono, dan macam-macam lagi. Untuk pelengkap pakaian
mandi? Ada. Tapi tak ditampilkan. Sebabnya, "rasanya nggak enak.
Ibu Adam Malik hadir sih," ujar Dewi.
Harga sebuah baju berulos tidak semahal busana rancangan luar
negeri. Siang itu busana berulos dijual sekitar harga Rp 15.000
sampai paling tinggi Rp 45.000 untuk busana gala evening. Ulos
di luar tanah Batak mudah dicari. Para inang yang gigih
berjualan segala macam barang yang berasal dari Sumatera Utara,
pasti menjual ulos pula. Mulai dari harga Rp 5.000 sampai
sekian ribu ke atas lagi -- tergantung rumit dan peliknya
pembuatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini