Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Kompromi untuk Kepala Polisi

30 Mei 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo menghadapi pilihan sulit dalam memutuskan calon Kepala Kepolisian RI, menjelang pensiunnya Jenderal Badrodin Haiti pada 24 Juli 2016. PDI Perjuangan mengusulkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang kini menjabat Wakil Kepala Polri, dan mempertanyakan usul agar Jokowi memperpanjang jabatan Badrodin selama satu tahun.

Tahun lalu Budi Gunawan, ajudan Megawati Soekarnoputri ketika presiden, gagal menjadi Kapolri setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi. Sebagai gantinya, Presiden menunjuk Badrodin.

Kontroversi penunjukan Kepala Polri pernah terjadi di era Presiden Abdurrahman Wahid. Tempo edisi 11 Juni 2001 menuliskannya dengan judul "Kompromi untuk Kepala Polisi", yang dilanjutkan dengan tulisan berjudul "Chaerudin di Senjakala Presiden" pada edisi 23 Juli 2001.

Laporan Tempo diawali dengan reportase salat Jumat di masjid Markas Besar Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Saat itu Kapolri nonaktif, Jenderal Surojo Bimantoro, mengambil tempat di luar masjid, bersama beberapa jenderal yang dekat dengannya. Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Polisi Chaerudin Ismail, yang terlambat datang, mengambil tempat di dalam masjid.

Peristiwa di masjid Mabes Polri itu terjadi setelah Presiden Abdurrahman Wahid menonaktifkan Bimantoro dan mengangkat Chaerudin menjadi Wakil Kapolri. Gus Dur melakukan itu karena Bimantoro menolak permintaannya untuk mundur. Perlawanannya mendapat dukungan banyak politikus Dewan Perwakilan Rakyat.

Bimantoro sempat melakukan commander's call kepada semua kepala kepolisian daerah. Dan, dalam tempo singkat, keluar pernyataan dari 102 pejabat teras Mabes Polri dan Polda, yang isinya mendukung dia. Di Senayan, para anggota parlemen menggelar acara dengar pendapat dengan Bimantoro.

DPR menolak keputusan penonaktifan Bimantoro. Tapi Gus Dur tidak peduli. Dia malah melantik Chaerudin menjadi pejabat sementara Kapolri pada pertengahan Juli 2001.

Sebenarnya beberapa pejabat TNI mencoba membujuk Chaerudin agar menolak keinginan Gur Dur. Hal tersebut dilakukan dalam sebuah rapat beberapa jam sebelum pelantikan. Rapat yang diprakarsai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan Agum Gumelar di kantornya itu berlangsung serius. Hadir juga Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Endriartono Sutarto, Kepala Staf Angkatan Laut Indroko Sastrowirjono, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hanafie Asnan, dan sejumlah perwira tinggi.

Menurut sebuah sumber di Kantor Menko Polsoskam, rapat berlangsung sekitar satu jam. Chaerudin, yang waktu itu berpakaian sipil, paling awal keluar dari tempat pertemuan.

Dalam pertemuan tersebut, sumber tadi mengatakan, para jenderal TNI khawatir pelantikan Chaerudin akan kian merunyamkan perpecahan di tubuh kepolisian dan memberi dalih parlemen untuk menggelar sidang istimewa. "Anda kan bisa mengatakan kepada Presiden bahwa sebaiknya pelantikan ditunda sampai DPR selesai reses," kata seorang jenderal kepada Chaerudin, seperti dikutip sumber itu.

Jenderal lain mengatakan, "Kalau mau dilantik, Anda justru akan repot. Sementara kita tidak bisa memberikan dukungan apa-apa. Sabar saja dulu." Jenderal itu juga menjelaskan bahwa TNI akan sulit membendung sidang istimewa kalau pelantikan jadi dilaksanakan. Chaerudin, menurut sumber itu, mengatakan "akan mempertimbangkan" saran para sejawatnya. Namun, dia menambahkan, "Saya ini polisi. Ada di bawah Presiden. Apa pun keputusan Presiden, harus saya laksanakan."

Chaerudin akhirnya mendapat tambahan satu bintang dan dilantik Gus Dur tanpa pengambilan sumpah jabatan dan tanpa penyerahan tongkat komando. Pelantikan juga tidak dihadiri Menko Polsoskam Agum Gumelar dan para kepala staf TNI yang sebelumnya bertemu di kantor Agum.

Dan kekhawatiran Agum terjadi. Majelis Permusyawaratan Rakyat kemudian menggelar sidang istimewa yang melengserkan Abdurrahman Wahid dari kursi presiden serta melantik Wakil Presiden Megawati sebagai presiden ke-5 Republik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus