Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMANYA Palata, kependekan dari Pengawet Tahu Alami. Cairan ini dapat mengawetkan tahu selama tiga hari. Direndam dalam larutan tersebut, tahu jadi kenyal, tak mudah hancur, juga bebas dari bau dan lendir.
Akhmad Supriyatna, Ketua Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia SMA Bina Putera Kopo, Kabupaten Serang, Banten, yang menemukan Palata. Ia bekerja sama dengan ahli mikrobiologi di laboratorium MBRIO Bogor, Wida Winarno; praktisi pengolahan pakan Makhamat Zakaria; serta praktisi teknologi industri Achmad Syamsul Huda menciptakan Palata dari buah pisang.
Supriyatna mulai meneliti bahan pengawet tahu alami tersebut pada Desember 2014. Riset berawal dari keluh-kesah Parno, pemilik pabrik tahu di Serang. Sang pengusaha gundah karena tahunya gampang membusuk. Tapi Parno tak berani memakai formalin sebagai pengawet karena sudah berkali-kali digerebek polisi.
Tertantang oleh curahan hati Parno, Supriyatna mendorong belasan siswanya di kelas XII untuk meneliti bahan alami pengawet tahu. "Segala buah seperti pepaya, sirsak, dan pati singkong pernah kami teliti, tapi semuanya gagal," katanya Rabu pekan lalu.
Sarjana teknologi pangan ini berpijak pada prinsip pembuatan tepung singkong modifikasi (mocaf). Mocaf dibuat dengan mencampurkan mikroba ke dalam zat tertentu. Dari prinsip ini, Supriyatna meyakini mikroba yang dicampur dengan zat tertentu dapat menghasilkan zat anti-pembusuk.
Setelah berkali-kali gagal, Supriyatna berkonsultasi kepada Wida Winarno, yang lalu menyarankan agar menggunakan satu jenis bakteri murni. Supriyatna kemudian memanfaatkan mikroba kelompok lactobasillus. Bakteri ini hasil pengembangbiakan laboratorium MBRIO. Dia masih merahasiakan jenis bakteri tersebut karena sedang dalam proses pengurusan hak paten di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Bermodalkan bakteri "misterius" itu, Supriyatna membuat penelitian lagi pada awal 2015. Kali ini ia tak dibantu siswanya karena mereka sudah lulus. Berbagai jenis buah ditelitinya, termasuk pisang, di laboratorium sekolah. Hasil penelitian selanjutnya diuji coba di pabrik tahu milik Parno.
Pada Mei tahun lalu, riset Supriyatna menuai hasil. Ia menemukan pisang dapat dijadikan pengawet tahu. Mulanya pisang diekstraksi dengan mikroba. Lalu bakteri berkembang biak dalam pisang sehingga menghasilkan zat-zat baru sebagai bahan pengawet. "Saat riset, kami gunakan pisang ambon. Tapi semua jenis pisang bisa dipakai asalkan manis dan matang," ujarnya. Larutan Palata dapat disimpan selama dua tahun dalam kondisi tanpa udara.
Penggunaan Palata sebagai pengawet mirip dengan formalin. Pertama, Palata dicampurkan ke dalam kacang kedelai halus yang siap diendapkan dengan takaran lima liter Palata untuk satu ton kedelai. Kedua, rendam tahu dengan perbandingan dua liter Palata tiap 200 liter air.
Dari beberapa kali uji coba, Supriyatna mengklaim Palata aman digunakan untuk mengawetkan tahu. Namun, agar pengawet ini bisa dipakai secara luas, Badan Pengawas Obat dan Makanan harus mengeluarkan lampu hijau. BPOM sedang menguji Palata hingga akhir bulan ini.
1. Pisahkan daging pisang dari kulitnya.
2. Campur daging pisang dengan air. Takarannya 150 liter air untuk 30 kilogram pisang.
3. Aduk campuran daging pisang dan air sampai halus.
4. Campurkan mikroba ke dalam adonan. Satu sendok teh mikroba tiap 30 kilogram pisang halus.
5. Endapkan campuran tersebut selama tujuh hari.
6. Gunakan saringan untuk memisahkan cairan dengan ampas daging pisang.
7. Hangatkan larutan sebelum digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo