DI hari deadline, Senin pekan lalu, kami kedatangan sejumlah tamu penting: 12 anggota Komisi I DPR. Meski Komisi I membawahkan bidang polkam, kedatangan wakil-wakil rakyat itu bukan untuk mengimbau kami untuk tidak memuat tulisan tentang drama "Suksesi". "Kedatangan kami untuk mencari masukan, sebelum mengadakan dengar pendapat dengan Menteri Penerangan Harmoko," kata Ketua Komisi I, H. Imron Rosyadi, yang memimpin rombongan itu. Hanya dua media yang dipilih wakil-wakil rakyat itu untuk mendapatkan gambaran mengenai keterbukaan arus informasi dan SIUPP: TEMPO dan Harian Angkatan Bersenjata. Tak heran, pada Senin siang pekan lalu itu, para anggota Komisi I tersebut begitu gencar mengejar kami dengan pertanyaan-pertanyaan tajam. Untung, kami menyiapkan tim yang cukup tangguh untuk mendampingi Wakil Pemimpin Redaksi Fikri Jufri yang bertindak sebagai juru bicara TEMPO. Mereka adalah: Haryoko Trisnadi (direktur), Mahtoem (wakil direktur), Herry Komar, Yusril Djalinus (redaktur senior), Susanto Pudjomartono (redaktur pelaksana), Margono (manajer produksi), Amran Nasution (koordinator reportase), Didi Prambadi (kepala Biro Jakarta), dan sejumlah staf redaksi lainnya. Cukup banyak penjelasan kami yang dicatat, seperti tak adanya ketentuan mengenai kedaluwarsanya peringatan yang diberikan Departemen Penerangan kepada sebuah penerbitan. Soalnya, begitu peringatan ketiga jatuh pada sebuah media, tamatlah sudah riwayat penerbitan itu. "Apakah ada jaminan bahwa pers tidak akan macam-macam, seperti menyebarluaskan ajaran Marxisme, jika SIUPP ditiadakan?" tanya Kusnaedi, anggota Fraksi ABRI. "Tak ada yang mengkhawatirkan dari pers kita," jawab Fikri. "Pers kita cukup dewasa dan bertanggung jawab." Ia menambahkan, dari pengalaman pembatalan SIUPP, yang menimpa harian Sinar Harapan dan Prioritas, tak satu pun dari kedua media itu dibredel karena menyebarluaskan ajaran komunis. Apalagi sekarang, ia melanjutkan, sesudah benteng-benteng komunis berobohan, mana ada pembaca tertarik dengan ajaran itu. Anggota Komisi itu, empat orang yang mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan, juga bertanya tentang sejumlah wartawan kami yang "hijrah" ke media lain. "Dalam dunia bisnis, masalah itu sudah biasa," jawab Fikri. "Itu juga terjadi pada IBM dan Citibank." Banyak hal menarik muncul dalam "dengar pendapat" yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I Imron Rosyadi di ruang rapat TEMPO siang itu. Maka, waktu kunjungan selama dua jam yang direncanakan wakil-wakil rakyat tersebut terasa begitu singkat, sehingga beberapa anggota Dewan, yang sedianya akan bertanya, terpaksa menyimpan pertanyaan mereka. Biar begitu, kata Imron Rosyadi, anggota Komisi I memperoleh banyak masukan berharga. Siapa tahu, masukan itu -- yang akan dipergunakan anggota Komisi I sebagai bahan pertanyaan dalam dengar pendapat dengan Menteri Harmoko bulan depan -- mengubah wajah pers kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini