JUST BETWEEN FRIENDS Pemain: Mary Tyler Moore, Christine Lahti, Ted Danson, Sam Waterston Cerita/Sutradara: Allan Burns Produksi: Orion Pictures Corporation SEORANG istri yang menerima dirinya sebagai ibu rumah tangga bukan tak punya persoalan. Ketika Holly Davis (Mary Tyler Moore) menemukan persahabatan dengan Sandy Dunlap, murid senamnya, ia seperti menemukan kegembiraan hidup. Walau baru sekali bertemu, mereka telah terlibat pembicaraan yang intim penuh persahabatan. Tapi hubungan yang tulus itu tidak berusia panjang. Setelah suami Holly meninggal dalam sebuah insiden, tiba-tiba ketahuan almarhum punya affair dengan Sally. Holly, istri malang itu, pun murka. Ia mencari Sally ke kantornya lalu menyerang. Mengapa seorang sahabat sampai hati merampok harta terbaik sahabatnya? Mengapa seorang suami menyeleweng? Padahal, hubungan mereka selalu hangat, seperti ketika masa-masa pacaran. Pertanyaan-pertanyaan yang sangat khas itu dibawakan dengan baik oleh Mary Tyler Moore yang bermain bagus. Ia datang pada ibunya, dan menceritakan terus terang apa yang sudah terjadi. Tak disangka-sangka ibunya menceritakan peristiwa yang sama pernah dialaminya sendiri dengan suaminya. Cerita semakin tinggi ketika Sandy Dunlap -- juga dimainkan dengan baik oleh Christine Lahti -- menyatakan mengandung anak almarhum Chip Davis. Holly semakin gelisah dan juga cemburu. Ia tak bisa menolak bahwa dirinya sebenarnya ikut menantikan anak itu. Setidak-tidaknya sebagai warisan terakhir almarhum suaminya. Untunglah, ada Harry Crandall (Sam Waterston), sahabat ketiga orang itu. Ia telah membantu Chip dan Sandy pacaran. Kini ia membantu Holly memahami persoalannya. Tetapi ia juga tidak mengabaikan perasaan Sally. Sementara itu, ia sendiri sudah lama mencintai Holly. Cerita sederhana ini menjadi menarik ketika dihidangkan tidak dengan cara memihak. Keempat orang itu ditempatkan pada pojok masing-masing. Cerita dituturkan dari berbagai sudut pandang, pada saat yang tepat. Kita tidak melihat polusi rasa dengki, cemburu, khianat, sebagaimana biasanya berjejalan dalam drama-drama percintaan. Di sini kita melihat motivasi-motivasi yang mendorong langkah setiap tokoh. Lalu tampak keterbatasan-keterbatasan mereka, keterbatasan yang menimbulkan simpati, yang justru menunjukkan manusia yang utuh. Cerita dan tokoh-tokoh jadi hidup. Kisah penyelewengan itu jadi segar. Cerita ini lebih merupakan esei kehidupan. Jauh dari suasana melodrama. Percakapan-percakapan antara para tokoh, seperti diskusi dengan pengamatan psikologis yang tepat tangkas, cerdas, dan melibatkan penonton untuk berpikir. Tidak langsung menyalahkan mengapa orang masih memerlukan sesuatu padahal ia sudah bahagia. Tetapi juga tidak berarti membelanya. Kisah ini masih tetap memiliki moral dan percaya pada kehidupan yang wajar. Hubungan suami-istri yang normal. Ia hanya mengajak kita melihat realita. Kalau kenyataannya ada gangguan asmara, pada sebuah rumah tangga yang bahagia, apa yang selanjutnya akan terjadi? Bagaimana para anggotanya menyelesaikan persoalan itu? Bukan penyelesaian dengan lelaki sebagai titik sentralnya. Film ini menempatkan wanita memiliki hak-hak yang sama. Chip sangat menghargai dan mensyukuri apa yang ada pada istrinya. Tetapi ia pun tak bisa menolak bahwa dirinya membutuhkan sisi lain yang diwakili oleh Sally. Ia tidak digambarkan sebagai lelaki "macho", tetapi orang biasa yang penuh kekurangan. Chip tahu telah melakukan kesalahan, tetapi, belum sempat ia memperbaikinya, keburu ajal. Dengan sederhana tetapi tepat, kita mendengarkan pengakuan Holly yang ketakutan ketika bangun tidur. Untuk pertama kalinya tanpa suami, bagi seorang ibu rumah tangga, ternyata menggetarkan. Semua yang biasa diatur beres oleh suaminya, kini jadi tanggungannya. Ia harus keluar rumah dan bekerja. Ia keder. Untung, ada Sally yang menuntunnya. Tetapi hampir tegak, ia kena pentung lagi lebih keras. Sementara cerita mengurus pasang surut persahabatan Holly dan Sally, kehadiran Harry pun tak diabaikan. Ia terjepit di tengah persoalan, sebagaimana umumnya para sahabat yang baik. Harry jadi juru selamat karena bisa menekan pamrih pribadinya. Kendati penulis cerita bermurah hati kemudian menghadiahkan cinta Holly yang sudah lama diidamkannya, ia terasa mewakili sosok sahabat yang "berkorban". Menonton film ini kita diajak mendiskusikan persoalan yang setiap kali bisa menimpa kita. Kekuatannya adalah pada angle cerita dan penokohan. Keempat pemain utama bermain dengan simpatik dan hidup. Pulang dari menonton, kita merasa terhibur tetapi tidak bodoh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini