Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, tepatkah langkah Presiden tidak melantik Syamsul Bahri menjadi anggota KPU? | ||
Ya | ||
78,55% | 249 | |
Tidak | ||
16,72% | 53 | |
Tidak tahu | ||
4,73% | 15 | |
Total | 100% | 317 |
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya hanya melantik enam dari tujuh calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu calon anggota, Syamsul Bahri, masih menunggu proses hukum, terkait dengan dugaan korupsi dana perkebunan di Malang, Jawa Timur.
Pertimbangan Presiden, menurut Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, berdasar surat keterangan Jaksa Agung pada 22 Oktober lalu tentang klarifikasi status hukum Syamsul. Selain itu, Syamsul juga meminta Presiden tidak melantiknya sebelum persoalan hukumnya selesai.
Ketua DPR Agung Laksono menyatakan DPR akan menggelar rapat untuk membahas nasib Syamsul. ”Tapi sebaiknya yang bersangkutan mengundurkan diri,” ujarnya.
Dari hasil jajak pendapat Tempo Interaktif, mayoritas responden, yaitu 78,55 persen, menilai tepat langkah Presiden tidak melantik Syamsul Bahri. Yang berpendapat sebaliknya 16,72 persen. Sisanya 4,73 persen memilih tidak tahu.
Komentar
Saya setuju dengan langkah Presiden tidak melantik Syamsul Bahri. Karena ia berstatus tersangka, tunggu hingga proses peradilannya selesai. Ini membuktikan SBY bukan peragu seperti yang didengungkan lawan politiknya.
— Agung, Denpasar
Dalam hukum di Indonesia ada istilah asas praduga tak bersalah. Cobalah Presiden bersikap profesional. Apa salahnya melantik, toh DPR telah menyetujui, artinya rakyat telah setuju. Biarlah kejaksaan yang mengusut.
—Romi Suryana, Bandung
SBY tidak melantik SB bukan karena kemauan SBY, tetapi karena permintaan SB. SB yakin dia akan menang di pengadilan, maka akan muluslah dia menjadi anggota KPU. Kalau SBY berani, seharusnya mencoret SB, karena SB mengaku saksi, padahal tersangka.
—B. Simarmata, Depok
Bahan Indikator Pekan Depan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta petunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memutus kasus dugaan penggelapan pajak Grup Asian Agri, anak usaha Grup Raja Garuda Mas. Meski cenderung memidanakan Asian Agri, dia masih membuka kemungkinan lain. Asian Agri diduga menggelapkan pajak Rp 1,3 triliun. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengakui, pemerintah tengah mempertimbangkan opsi penyelesaian di luar pengadilan, sesuai dengan Pasal 44-B UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Pengamat hukum, Romli Atmasasmita, meminta pemerintah menutup opsi penyelesaian di luar pengadilan. ”Akan menjadi preseden buruk,” katanya. Setujukah Anda atas opsi penyelesaian di luar pengadilan dalam kasus pajak Grup Asian Agri? Kami tunggu jawaban dan komentar di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo