Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=verdana size=1><B>Pembalakan Liar</B></font><br />Polisi Riau Putar Haluan

Undang-Undang Kehutanan tak mempan dipakai menjerat pembalak liar di Riau. Polisi dan jaksa menjajal Undang-Undang Lingkungan Hidup.

5 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tumpukan kertas di meja kerja jaksa Akmal Kamal kian berjibun. Berkas perkara dari Kepolisian Daerah Riau itu harus ia pelototi satu per satu. ”Kami hati-hati, jangan sampai tersangka lepas dari dakwaan,” kata Kepala Seksi Prapenuntutan Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau itu kepada Tempo.

Tak jarang, agar cepat beres, bundelan berkas itu ia bawa pulang. ”Begitu ngantor, langsung saya koordinasikan dengan tim lain,” katanya. Dua pekan lalu, Akmal dan timnya terpaksa mengembalikan 17 berkas perkara pembalakan liar ke penyidik Polda Riau.

Kehati-hatian Akmal bisa dimaklumi, sebab Pengadilan Tinggi Riau pada 8 Oktober lalu membebaskan 25 sopir dan seorang manajer PT Madukoro dalam kasus kayu ilegal di Kabupaten Pelalawan. Ini tak lepas dari kekurangcermatan penyidik.

Para terdakwa yang sebelumnya divonis satu tahun sampai satu setengah tahun penjara dan denda jutaan rupiah kini merdeka. Majelis hakim tinggi yang diketuai Machjuddin Husin menyatakan para terdakwa tak bersalah.

Akmal Kamal mengingatkan, berkas penyidikan perkara Madukoro yang hendak dijerat dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup perlu disempurnakan. Kepada polisi ia minta agar dicari saksi ahli bersertifikat dari Departemen Kehutanan dan Departemen Lingkungan Hidup.

Kepala Polisi Resor Pelalawan, Ajun Komisaris Besar I Gusti K. Gunawa, geram mendengar bebasnya para terdakwa. Ia menuding hakim tinggi tidak mengerti peraturan pemerintah tentang penguasaan hasil hutan dan pengangkutan hasil hutan. ”Hakim buta soal peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Kehutanan,” ujar Gusti kesal.

Pada awalnya polisi berpikir dengan dasar izin usaha kehutanan PT Madukoro yang ”cacat” bisa dipakai menjerat para top pimpinan dalam perusahaan itu, berikut 25 sopir truk yang mengangkut kayu keluar dari hutan. Tapi, hakim tinggi menyatakan izin PT Madukoro sah.

Meski kalah, Kepolisian Daerah Riau belum menyerah pada kemenangan PT Madukoro. Selain menunggu hasil gugatan kasasi oleh kejaksaan ke Mahkamah Agung, mereka tengah menyiapkan jeratan baru buat salah satu anak perusahaan PT Riau Andalan Piulp and Paper itu, yakni dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Untuk menjerat PT Madukoro dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup, polisi sudah menetapkan sejumlah tersangka. Mereka antara lain Direktur PT Madukoro Andre Yamaputra dan Direktur PT Persada Karya Sakti Said Edi. Persada Karya merupakan perusahaan yang dipilih untuk mengelola lahan konsesi milik PT Madukoro. Polisi juga membidik Bupati Pelalawan, T. Azmun Jaafar dan Bupati Kampar Burhanuddin Husein. Nama keduanya tercatut lantaran kasus PT Madukoro terjadi saat mereka menjadi Kepala Dinas Kehutanan Riau.

Hanya saja, mereka tidak dapat diperiksa karena belum ada izin dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Izin Presiden sampai sekarang belum turun,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Zulkifli.

Yang jelas, menurut Zulkifli, bukti-bukti PT Madukoro melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup sudah terkumpul. Selain soal administrasi bahwa perusahaan ini tidak lolos verifikasi Departemen Kehutanan, polisi telah menyita kayu gelondongan bermasalah. ”Masih banyak lagi bukti lain yang tak mungkin dibuka lebar di sini,” ujarnya.

Jonotoro, aktivis Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau, mengungkapkan, areal usaha PT Madukoro merupakan lahan lindung gambut berkedalaman 4–12 meter. Hasil penelitiannya menyebutkan, di kawasan tersebut kerusakan lingkungan akibat penebangan lahan lindung gambut cukup parah.

Dari sisi habitat lahan lindung, gambut merupakan tempat tumbuhnya kayu ramin dan fauna yang dilindungi. Di situ tempat bermukim burung beo, enggang, elang, punai, murai daun, harimau, kancil, serta ribuan jenis flora dan fauna lainnya.

Lahan konsesi 15 ribu hektare yang ditebang habis itu benar-benar sudah terbuka. ”Kondisinya mengering. Suhu tanah mencapai 70 derajat Celsius dan berpotensi hutan terbakar,” katanya. Dampak buruk berikutnya, komposisi tanah yang menurun dan menimbulkan racun, bakal mencemari sungai.

Manajemen PT Madukoro, melalui juru bicara PT Riau Andalan Pulp and Paper, Nandik Suparyono, membantah kegiatan perusahaannya menimbulkan kerusakan lingkungan. ”Kami tidak melakukan penebangan habis di hutan alam,” katanya. Konsesi hutan yang dimiliki PT Madukoro dikelola sesuai dengan aturan. Semua proses penebangan dan pengiriman kayu ada izinnya. Jika dianggap melanggar, ujarnya, ”Silakan disidik. Apa pun hasilnya nanti.”

Arif A.K., Bobby Triadi, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus