MENJADI koresponden TEMPO di luar negeri ibaratnya seperti polisi yang lagi patroli. Bila aman, ia tetap harus waspada mengamati kawasan di sekitarnya. Tapi, kalau ada kejadian gawat, si koresponden mesti segera bertindak: mengerjakan dan melaporkan ke kantor pusat. Ini pula yang dilakukan koresponden TEMPO untuk Malaysia, Ekram Husein Attamimi, Rabu lalu, ketika terjadi bentrokan berdarah antara polisi dan ratusan pengikut gerakan beraliran keras Ibrahim "Libya" Mahmud di Desa Mamali Baling, Kedah. Berita semula didengar Selasa petang, tapi masih belum pasti. "Mungkin tembak-menembak antara polisi dan gerombolan komunis," katanya memberi laporan pertama. Di daerah perbatasan dengan Muangthai itu memang sering terjadi aksi keras dari gerombolan itu. Dengan informasi yang belum jelas itu, Ekram, yang bergabung dengan kami secara penuh sejak dua tahun lalu, diminta terus melacak. Masalahnya menjadi jelas hari berikutnya, ketika Wakil Perdana Menteri Datuk Musa Hitam tampil di depan Parlemen. Ia membeberkan peristiwa berdarah di daerah miskin Baling, dekat Alorstar. Dengan penjelasan itu, ia segera mengontak Jakarta setelah menghubungi orang-orang kunci di PAS (Parti Islam se-Malaysia), yang dianggap tahu banyak mengenai gerakan itu. Ekram, yang sebelum masuk TEMPO bekerja pada Antara untuk Kuala Lumpur, berjanji, bahan bisa dikumpulkan segera - paling tidak untuk satu tulisan rubrik Luar Negeri. Kami, di Jakarta, menganggap kejadian itu bisa diangkat menjadi sebuah Laporan Utama. Tentu saja pengumpulan bahan laporan tidak cukup hanya dikerjakan oleh Ekram yang sehari-hari bertugas menjaga Malaysia, Serawak, Brunei, dan Singapura. Walau, ia telah mengadakan janji untuk serangkaian wawancara dengan berbagai pihak, termasuk Ketua PAS Yusof Rawa, di Penang, dan sekjennya Hasyan Sukri, serta berbagai tokoh di Kuala Lumpur dan Kedah. Kami memperhitungkan, waktu yang cuma dua hari - di luar hari libur Minggu dan Senin - tidak mungkin cukup bagi Ekram mengerjakan sendiri. Untuk mengadakan wawancara dan melacak peristiwa itu dari Kuala Lumpur, Bambang Harymurti kemudian dikirim dari Jakarta. Sementara itu, Zakaria M. Passe, Kepala Biro Sumatera Utara, diminta terbang ke Penang untuk masuk ke Desa Mamali, markas Ibrahim Libya itu. Zakaria, kecuali mengadakan wawancara dengan Yusof Rawa, pimpinan PAS yang sudah dihubungi sebelumnya oleh Ekram dari Kuala Lumpur, juga mencoba menembus penjagaan ketat tempat insiden berdarah itu. Lewat penjagaan yang berlapis, ia bisa ke mulut pekarangan "pesantren" Ibrahim yang dikelilingi semak. Kemudian ia memotret kubur 13 orang korban - satu lagi dimakamkan di Alorstrar - di situ. Wawancara dengan penduduk daerah miskin itu - yang sebagian besar melakukan gerakan tutup mulut - didapatnya walau dengan susah payah. Polisi berjaga di segala penjuru Distrik Baling. Bahan Laporan Utama yang dikumpulkan dalam waktu sangat pendek itu ditulis bersama oleh Isma Sawitri dan James R. Lapian di Jakarta. Sedangkan foto-foto bisa segera kami terima di Jakarta berkat kerja sama yang baik dengan Garuda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini