Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Laput dan lapsus

Tempo menyajikan laporan utama soal ambisi jadi presiden yang dilontarkan mendagri rudini. jaksa agung sukarton marmosudjono menayangkan koruptor di tvri. tempo menulisnya dalam laporan khusus.

23 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA kali kami tampil dengan lebih dari satu laporan panjang. Apakah itu Laporan Utama atau Laporan Khusus, seperti dalam TEMPO nomor ini. Kami menyajikan Laporan Utama "soal ambisi menjadi presiden" yang pertama kali dilontarkan Menteri Dalam Negeri Rudini. Kebetulan pernyataan Rudini itu menggelinding dan mendapat tanggapan luas, termasuk Fraksi ABRI di DPR. Kami mencoba merekam tanggapan berbagai pihak termasuk para pejabat tinggi. Yang ingin kami sajikan adalah, mengapa isu yang berkaitan dengan jabatan presiden itu selalu menarik diperbincangkan. Namun, sebagai majalah berita yang memburu kehangatan, kami pun tak melewatkan ramainya orang membicarakan soal penayangan koruptor di layar TVRI. Yang ini pertama kali dilontarkan oleh Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono. Reaksi pro-kontra tak kalah ramai tersebar di masyarakat, seperti juga yang kami tulis dalam Laporan Khusus kali ini. Untuk kedua masalah itu, kami berusaha keras bisa mewawancarai pejabat yang menjadi sumber pertama. Sejumlah wartawan kami tugasi memburu Rudini, baik di Mataram -- ketika Menteri mengadakan kunjungan kerja ke sana akhir pekan lalu -- maupun di Jakarta. Sementara itu, Sukarton, yang bertekad menggebuk koruptor dan penyelundup dengan "mempermalukan" di TVRI, juga kami uber. Kami ingin mendapatkan jawaban, apa sih target Jaksa Agung mempertontonkan koruptor kepada khalayak lewat TVRI. Jawaban Sukarton memang ada. Sabtu petang, ia menerima wartawan kami, Karni Ilyas, Amran Nasution, Happy Sulistyadi, G. Sugrahetty Dyan, dan fotografer Ronald Agusta di ruang kerjanya. Menurut Sukarton, menumbuhkan "budaya malu" dengan menampilkan pelaku tindak kriminal secara jelas dan terbuka itu juga ada di negara maju, tempat hak asasi memang benar-benar dihormati. Sementara itu, di Indonesia, di kalangan pers sendiri, masih ada perbedaan penafsiran soal bagaimana seharusnya menulis nama pelaku kejahatan. Apakah dalam status buron, tersangka, dalam proses peradilan, atau telah dihukum. Dengan "terobosan" yang dibuat Jaksa Agung ini, nampaknya media massa -- cetak dan elektronik -- ditantang untuk berpikir dan merumuskan bagaimana seharusnya memberitakan kasus-kasus kriminalitas secara obyektif. Penayangan dan pengungkapan identitas pelaku kejahatan -- buron, tersangka, atau terpidana -- di TVRI hendaknya jangan hanya dilihat dari kepentingan hukum si pelaku kejahatan. Tentunya perlu dipikirkan pula kepentingan masyarakat keseluruhan dan negara. Yang tak kalah penting, ya, bagi pers sendiri dalam pemberitaan. Kebijaksanaan menulis dengan nama lengkap dan foto pelaku kejahatan -- kecuali korban tindak asusila dan anak di bawah umur -- memang telah kami lakukan. Namun, kami tetap mendasarkannya pada asas praduga tak bersalah dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Kami berusaha menjadi pelapor yang obyektif mengenai pelaku kejahatan, dengan menampilkan berita yang berimbang. Tanpa harus ikut menjadi hakim dan jaksa bagi terdakwa, atau pembela bagi kliennya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus