Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk Kapolri
PADA 18 Agustus 2015, saya melaporkan Ir Sugito melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pemalsuan akta kuasa jual Nomor 201 tanggal 21 Juli 2006 yang dibuat oleh notaris Sja’bani Bachry dengan wilayah kerja Malang, Jawa Timur. Setelah tujuh tahun, penyelidikan atas laporan itu tidak kunjung rampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan akta itu, Ir Sugito memohon pinjaman kredit ke Bank Tabungan Negara Malang dan disetujui atas nama perseroan komanditer CV Regi Jaya Tehnik pada 19 Juli 2006, sebagaimana tertuang dalam pasal 1 akta perjanjian kredit Nomor 190 tanggal 21 Juli 2006, sementara surat kuasa jual Ir Sugito dibuat pada 21 Juli 2006.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan saya di Kepolisian Resor Kota Batu tidak kunjung kelar penyidikannya. Usia saya sekarang 68 tahun, sudah bau tanah, sama seperti usia Ir Sugito. Semoga Ir Sugito tidak tiba-tiba wafat sehingga tuntutan atas hukumnya gugur. Juga saya tidak tiba-tiba meninggal lalu meninggalkan warisan perkara rumit bertele-tele.
Saya juga telah melaporkan kasus ini ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI, tapi sepertinya tidak ditanggapi. Terus terang, sebagai korban penipuan saya kecewa sekali dengan slogan “Polisi Presisi” yang belakangan ini digaung-gaungkan dan viral.
Akibat penyidikan laporan yang bertele-tele, juru sita Pengadilan Negeri Malang mengeksekusi tanah saya. Alasannya, tanah itu telah menjadi hak milik Reno Halsamer yang diperolehnya lewat lelang berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Malang No.12/Eks/2017/PN.Mlg tanggal 14 November 2018.
Tanah saya dilelang atas permintaan Menik Rachmawati ke Kantor Pelayanan Negara dan Lelang atas cessie yang diperolehnya dari BTN Malang. Sementara itu, ada akta borgtocht (jaminan pribadi) Nomor 194 atas nama Ir Sugito. Ada juga borgtocht Nomor 195 atas nama Retno Susanti yang dibuat pada hari yang sama dengan akta perjanjian kredit Nomor 190, yang dibuat oleh notaris Sja’bani Bachry.
Perjanjian Kredit Nomor 190 tanggal 21 Juli 2006 itu menjaminkan tiga tanah dalam satu kesatuan: tanah milik saya, milik Sugito, dan milik Retno Susanti. Nyatanya, yang dilelang dan dieksekusi hanya punya saya sendiri.
Tindakan Pengadilan Negeri Malang mengeksekusi tanah itu saya nilai sebagai perbuatan yang sewenang-wenang, tidak prosedural, dan melawan hukum. Sebab, sebelum eksekusi, saya sedang melakukan upaya hukum banding sehubungan adanya perintah Pengadilan Negeri Malang agar saya keluar dari tanah teperkara.
Saya juga menduga Badan Pertanahan Nasional telah salah menerbitkan surat kuasa yang memberikan hak tanggungan tanpa survei sama sekali di lapangan, karena tidak melibatkan pihak kantor desa.
Budry Soenarso
Malang, Jawa Timur
Lemahnya Komunikasi Publik Jokowi
KEKURANGAN pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah lemahnya komunikasi kepada publik. Berbagai macam permasalahan penting yang seharusnya diketahui dan dipahami oleh masyarakat dibiarkan menjadi bola liar karena tidak terkomunikasikan dengan baik, ataupun terlambat dikomunikasikan.
Para menteri dan orang yang berada di dalam lingkaran Istana acap kali menyampaikan isu penting dengan versi dan cara masing-masing. Akhirnya informasi yang sampai kepada masyarakat lebih sering simpang siur dan dimaknai berbeda. Peran juru bicara Istana Presiden sama sekali tidak pernah dirasakan.
Isu penting yang menjadi bola liar menjadi peluru untuk menyerang pemerintah sendiri. Pemerintah juga lebih sering diam dalam menghadapi serangan-serangan itu. Diamnya pemerintah bisa dianggap sebagai pembenaran isu-isu tersebut. Sering pemerintah terlambat dalam mengantisipasi serangan-serangan tersebut.
Presiden Jokowi memang bukan komunikator yang baik. Ketika menyampaikan sesuatu yang penting ia lebih banyak menggunakan bahasa yang terlalu sederhana dan normatif. Akhirnya penjelasan yang diterima masyarakat seperti mengambang atau tidak pasti. Seharusnya juru bicara Istana mengimbangi dan melengkapi gaya komunikasi Presiden Jokowi. Para Menteri juga harus mampu menjadi perpanjangan tangan yang betul-betul bisa membuat masyarakat memahami apa yang sedang terjadi. Kekeliruan atau lemahnya komunikasi sering harus dibayar mahal karena akibat buruk yang tidak diantisipasi.
Penundaan pemilihan umum, pemindahan ibu kota negara, penanganan Covid-19, bantuan sosial, Undang-Undang Cipta Kerja, pemekaran Papua, kenaikan harga minyak goreng, impor beras, kenaikan harga tiket Candi Borobudur, serta isu lain tidak mendapatkan penjelasan yang mudah dipahami masyarakat. Sementara itu, media sosial menyumbang kekeruhan dan hiruk pikuk terhadap lemahnya komunikasi publik.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo