SELAMA sebelas hari ini Gedung DPR/MPR di Senayan menjadi pusat perhatian orang. Di situ sedang berlangsung Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU-MPR). Wajar saja kalau ratusan wartawan dalam dan luar negeri tumplek ke sana. Kalaupun tak ada kejutan dari arena sidang umum itu, toh wartawan tetap saja mempunyai kepentingan bertahan di sana untuk memburu berita. Soalnya, di tempat itu berkumpul tokoh penting yang selama ini sering mereka uber. Di situ berkumpul para menteri serta pejabat tinggi lainnya, baik sipil maupun militer, tokoh politik, pengusaha, kiai, bintang film, dan sebagainya. Mereka semua adalah anggota MPR di bawah bendera berbagai fraksi. Di arena ini pula persaingan antarmedia cetak dan elektronik, harian atau mingguan terasa lebih keras. Para wartawan pun seakan tak pernah mau membiarkan sumber beritanya lepas begitu saja. Mereka ramai-ramai ''menyerbu'' tiap sumber berita yang diduga mempunyai sesuatu untuk diberitakan. Dalam suasana seperti ini agaknya tak mudah untuk memperoleh berita yang eksklusif. Dalam penyajian berita pun terjadi perlombaan antarmedia: adu cepat, adu lengkap, lebih menarik, dan semacamnya. Peristiwa pagi sudah terpampang di halaman koran sore. Peristiwa yang sama, pada sore dan malam harinya diulas panjang lebar oleh radio dan televisi. Sebagai majalah berita yang terbit mingguan, tentu tak mudah bagi kami untuk menghadapi persaingan ketat seperti itu. Berbagai persiapan dan upaya tentu kami lakukan. Sebagaimana biasa, kami selalu mengandalkan sistem perencanaan dan kerja sama tim. Berita yang diperoleh wartawan kami di lapangan setiap harinya, misalnya, kami diskusikan, kami analisa, dan dari situlah cerita yang menarik dikembangkan, angle cerita dipilih. Penugasan baru dibuat, sumber baru diuber lagi. Untuk menghadapi SU-MPR ini kami memang menyiapkan sebuah tim yang tugasnya meliput sidang umum. Tim itu kami siapkan berbarengan dengan persiapan SU-MPR itu sendiri. Mereka adalah para wartawan TEMPO dari Biro Jakarta dan dibantu beberapa penanggung jawab rubrik. Mereka terdiri dari: Putut Trihusodo, Linda Djalil, Sri Indrayati, Wahyu Muryadi, Diah Purnomowati, Siti Nurbaiti, Iwan Qodar, Indrawan, dan Ivan Haris. Tim ini dilengkapi oleh fotografer Rini P.W.I., Rully Kesuma, Hidayat S.G., dan Anizar M. Jasmine. Tim ini langsung di bawah koordi- nasi kepala Biro Jakarta, Ahmed Kurnia Soerjawidjaja. Bahkan redaktur pelaksana A. Margana, serta penanggung jawab rubrik Nasional Toriq Hadad dan Agus Basri, terkadang ikut pula terjun ke lapangan. Untuk mempermudah dan mengefisienkan kerja tim ini, kami mem- buka pos di kamar 1683 Hotel Sahid Jaya. Kebetulan di situ juga bermukim para ''kafilah'' (anggota MPR) dari Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia. Dari situ kami menyebar ke Hotel Indonesia, Hotel Wisata, dan Hotel Sari Pacific, yang menjadi tempat menginap Fraksi Karya Pembangunan, Utusan Daerah, dan Fraksi ABRI. Tenyata pos peliputan ini besar manfaatnya. Kami lebih mudah menghubungi sumber berita pada saat yang tepat di bulan Ramadan ini. Misalnya pada saat menjelang dan usai sembahyang tarawih, bahkan di saat makan sahur. ''Mereka senang diwawancarai waktu makan sahur dan saat berbuka puasa,'' ujar Wahyu Muryadi. Ketika sama berbuka atau makan sahur, sumber rupanya menjadi lebih akrab, pembicaraan pun menjadi lebih lancar dan mengalir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini